Minggu, 22 Februari 2015

JAM' AL-QUR'AN WA KITABATUHU

Makalah
JAM‘ AL-QUR’AN WAKITABATUHU





Disampaikan pada Seminar Perkuliahan
Mata Kuliah ‘Ulum Al- Qur’an Pasca Sarjana (S2) UIN Alauddin Makassar
Semester I TahunAkademik 2014

Oleh :
Baiq Raudatussolihah
NIM: 80400214002

Dosen Pemandu:
Dr. H. Kamaluddin Abu Nawas, M.Ag.
Dr. H. Baharuddin HS., M.Ag


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2014



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Allah swt. menciptakan manusia dengan sebaik-baik ciptaan, karena manusia adalah makluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna baik itu jasmaniah, ruhaniah, hati, maupun akal. Karena dengan akal itulah manusia mengembangkan dan menjalankan amanah dari sang Maha Pencipta sebagai khalifah dimuka bumi ini. Manusia ditugaskan oleh Allah untuk mengatur, menjaga mengelola alam ini dengan sebaik-baiknya. Allah Maha Pengasih dan Penyayang, Dia memberi amanah kepada manusia untuk menjadi khalifah dengan tak lupa menurunkan petunjuk-Nya sebagai pedoman manusia dalam menjalankan amanahnya, petunjuk itu berupa Kita>b suci yang di bawakan oleh para Rasul lewat pelantaraan Ru>hul Amin Jibri>l a.s. yaitu al-Qur'a>n al-Kari>m.
Pada awalnya al-Qur’a>n belum dibukukan kedalam satu kesatuan seperti yang kita lihat dan baca saat ini, dan kondisinya masih berserakan berupa suhuf-suhuf baik itu di pelepah kurma, dedaunan maupun ditulang belulang. Tulisan-tulisan melalui benda yang berbeda tersebut memang dimiliki oleh Rasu>lulla>h namun tidak tersusun sebagaimana mushaf yang seperti sekarang ini. Demi menjaga keaslian al-Qur'a>n pada masa Nabi, Nabi melarang sahabat untuk menulis selain al-Qur'a>n, beliau menyuruh para sahabat untuk menghafal al-Qur'a>n.[1] 
Pada masa khalifah Abu> bakar terjadi peristiwa yang sangat besar yaitu terbunuhnya 70 penghafal al-Qur’a>n dalam perang  menumpas kaum murtadin orang orang yang murtad karena tidak mau bayar zakat dan mengikuti nabi palsu. Karena peristiwa itu Umar bin Khatta>b mengusulkan kepada khalifah untuk mengumpulkan al-Qur'a>n (membukukan al-Qur'a>n). Dan usulan itupun diterima. dan dimulailah pengumpulan al-Qur’a>n hingga selesai. Dengan demikian, disusunlah kepanitiaan atau Tim penghimpun al-Qur’a>n yang terdiri atas Zaid bin S{abit sebagai ketua dibantu oleh Ubay bin Ka’ab, Us{ma>n bin ‘Affa>n, Ali bin Abi> T}a>lib, dan para Sahabat lainnya sebagai Anggota.[2] Kemudian pada pemerintahan Us{ma>n bin ‘Affa>n pengumpulan al-Qur’a>n tersebut dilengkapi dan ditulis dalm bahasa Quraisy. Begitulah Allah menjaga al-Qur'a>n karena al-Qur'a>n datang dari-Nya dan Dialah yang akan menjaganya.
Sementara pandangan seperti di atas, umat Islam di seluruh dunia meyakini bahwa al-Qur’a>n seperti yang ada pada kita sekarang ini adalah otentik dari Allah swt. melalui Rasu>lulla>h saw., namun cukup menarik, semua riwayat mengatakan bahwa pembukuan kitab suci itu tidak dimulai oleh Rasu>lulla>h saw. dalam bentuk mushaf seperti sekarang ini tapi hanya dengan hafalan dan penulisan, melainkan oleh para sahabat beliau, dalam hal ini khususnya Abu> Bakar, Umar ibn Khatta>b dan Us{ma>n ibn Affa>n.
Pesan komunikasi yang telah melewati perantara dari seorang terhadap orang lain, terlebih melewati frekuensi jumlah orang yang banyak akan meragukan keabsahan pesan asli tersebut. Selain itu, rentan waktu yang cukup lama juga amat berpengaruh terhadap nilai dari pesan tersebut. Yang menarik adalah seperti apa membuktikan bahwa pesan al-Qur’a>n adalah sesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan ketetapan Allah!
Dari hal tersebut di atas, maka menarik untuk dikaji, khususnya aspek sejarah dari proses pengumpulan al-Qur’a>n pada masa Rasu>lulla>h sampai pada masa sahabat.

B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis membuat suatu permasalahan pokok yaitu:
1.      Apa pengertian Jam‘ al-Qur’a>n?
2.      Bagaimana proses atau sejarah jam’u al-Qur’a>n wa kita>batuhu pada masa Nabi Muhammad saw. dan pada masa Khulafa> al-Ra>syidu>n?
3.      Bagaimana proses penyempurnaan mushaf Us|ma>ni>?

C.   Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui pengertian dari Jam‘ al-Qur’a>n.
2.      Untuk mengetahui sejarah pengumpulan al-Qur’a>n (Jam‘ al-Qur’a>n) wa kita>batuhu pada masa Nabi Muhammad saw. dan masa Khulafa> al-Ra>syidu>n.
3.      Untuk mengetahui sejarah penyempurnaan mushaf Us|ma>ni>.



[1]Kamaluddin Marzuki, ‘Ulu>m Al-Qur’a>n, (Cet. II; Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), h. 67.
[2]Subhi Al-Shalih, Maba>his fi> Ulu>m Al-Qur’a>n diterjemahkan oleh Tim Pustaka Firdaus dengan judul Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an, (Cet. IV; Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993), h. 85.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Jam‘ Al-Qur’a>n
Dalam sebagian besar literatur yang membahas tentang ilmu-ilmu al-Qur’a>n, istilah bang sering dipakai untuk menunjukkan arti penulisan, pembukuan, atau kodifikasi al-Qur’a>n adalah جمع القران yang artinya pengumpulan al-Qur’a>n. Sementara, hanya sebagian kecil literatur yang memakai istilah كتابةالقران artinya penulisan al-Qur’a>n serta تدوين القران artinya pembukuan al-Qur’a>n.[1]
Ditinjau dari segi bahasa, al-jam‘ berasal dari kata- جمعا    يجمع- جمع yang artinya mengumpulkan atau menghimpun.[2] Jadi jam‘ al-Qur’a>n berarti pengumpulan atau penghimpunan al-Qur’a>n. Sedangkan pengertian al-jam‘ secara terminologi, para ulama berbeda pendapat. Al-Zarqa>ni mengatakan bahwa:
كلمة جمع القرآن تطلق تارة ويراد منها حفظه واستظهاره فى الصدور. وتطلق تارة أخرى ويراد منها كتابته كله حروفا وكلمات وآيات وسورا. هذا جمع فى الصحائف والسطور, وذاك جمع فى القلوب والصدور.[3] 
Menurut al-Qurt}ubi> dan Ibnu Kas{ir dalam Rachmat Syafe’i, maksud dari jam‘ al-Qur’a>n adalah menghimpun al-Qur’a>n dalam hati atau menghafal al-Qur’a>n.[4]
 Di kalangan jumhur ulama’, jam’ al-Qur’a>n adalah salah satu dari dua pengertian berikut:
Pertama: pengumpulan dalam arti hafaz}ahu (menghafalnya dalam hati). Jumma‘ al-Qur’a>n artinya huffa>z{uhu (para penghafalnya, yaitu orang-orang yang menghafalnya dalam hati). Inilah makna yang terkandung dalam firman Allah kepada Nabi, di mana Nabi senantiasa menggerak-gerakkan kedua bibir dan lidahnya untuk membaca al-Qur’a>n ketika al-Qur’a>n itu turun kepadanya sebelum Jibri>l selesai membacakannya, karena hasrat besarnya untuk menghafalnya
Ibnu Abba>s mengatakan, bahwa Rasulullah saw. sangat ingin segera menguasai  al-Qur’a>n yang diturunkan. Ia menggerakkan kedua bibir dan lidahnya karena takut apa yang turun itu akan terlewatkan. Ia ingin segera menghafalnya. Maka Allah menurunkan ayatnya:
 Ÿw õ8ÌhptéB ¾ÏmÎ/ y7tR$|¡Ï9 Ÿ@yf÷ètGÏ9 ÿ¾ÏmÎ/ ÇÊÏÈ   ¨bÎ) $uZøŠn=tã ¼çmyè÷Hsd ¼çmtR#uäöè%ur ÇÊÐÈ   #sŒÎ*sù çm»tRù&ts% ôìÎ7¨?$$sù ¼çmtR#uäöè% ÇÊÑÈ   §NèO ¨bÎ) $uZøŠn=tã ¼çmtR$uŠt/ ÇÊÒÈ    
“Jangan engkau (hai Muhammad) karena hendak cepat menghafal al-Qur’an yang diturunkan kepadamu, menggerakkan lidahmu untuk membacanya (sebelum selesai dibacakan kepadamu). Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya dan membacakannya.” Ibn Abba>s berkata, “maksudnya adalah Kamilah yang bertanggung jawab mengumpulkannya di dalam dadamu, kemudian kami akan membacakannya. Firman-Nya, “apabila kami telah membacanya,” artinya, “apabila Kami telah menurunkannya kepadamu.” Makna ayat “maka ikutilah bacaannya itu” adalah dengarkan dan perhatikanlah ia”. Adapun maksud ayat, “kemudian, atas tanggungan Kamilah penjelasannya,” yakni menjelaskannya melalui lisanmu. Dalam redaksi lain dikatakan, “Atas tanggungan Kamilah membacakannya.” Maka setelah ayat ini turun, Rasullah diam apabila Jibri>l datang. Dalam redaksi yang berbeda, “Beliau mendengarkan.” Dan bila Jibr>l telah pergi, barulah Beliau membacanya sebagaimana diperintahkan Allah.”
Kedua: Pengumpulan dalam arti kita>batuh kullih (penulisan al-Qur’a>n semuanya) baik denga memisah-misahkan ayat-ayat dan surat-suratnya, atau menertibkan ayat-ayatnya semata dan setiap surat ditulis dalam satu lembaran yang terpisah, ataupun menertibkan ayat-ayat dan surat-suratnya dalam lembaran-lembaran yang terkumpul yang menghimpun semua surat, sebagiannya ditulis sesudah sebagian yang lain. [5]
Apabila dicermati pembahasan yang terdapat diberbagai literatur di atas, sesungguhnya istilah-istilah yang mereka gunakan mempunyai maksud yang sama, yaitu proses pengumpulan wahyu (al-Qur’a>n) yang diturunkan oleh Allah kepada Rasu>lulla>h saw., kemudian sahabat diperintahkan untuk mencatat atau menulis wahyu tersebut, kemudian dihimpunnya catatan-catatan tersebut dalam satu mushaf yang utuh dan tersusun secara tertib. Semua proses ini merupakan bagian dari upaya untuk mengamankan dan melestarikan kitab suci al-Qur’a>n.
B.   Sejarah Pengumpulan Al-Qur’a>n (Jam‘ Al-Qur’a>n)
Pengumpulan al-Qur'a>n terjadi melalui tiga tahapan atau tiga priode yang pertama priode Rasu>lulla>h saw., kedua periode Khalifah Abu> Bakar  dan yang ketiga priode Khalifah Us|ma>n bin Affa>n.[6]
1.      Sejarah Jam‘ Al-Qur’a>n Pada Masa Rasu>lulla>h saw.
Pengumpulan al-Qur’a>n pada masa Nabi Muhammad saw. ada dua cara yang diterapkan dalam memelihara al-Qur'a>n yaitu pengumpulan al-Qur’a>n dalan konteks hafalan dan pengumpulan al-Qur’a>n dalam konteks penulisan, artinya setiap ayat yang turun langsung dicatat oleh penulis wahyu dan dihafal oleh para sahabat.[7] Dalam hal ini Allah berfirman Q.S. al-Hijr 15/9:
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ  
Terjemahannya:
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’a>n, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya (Al-Hijr: 9).”[8]

Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian al-Qur’a>n selama-lamanya. Baik dijaga langsung oleh Allah maupun lewat para huffa>z al-Qur'a>n dengan cara menulis dan menghafalnya. Pengumpulan al-Qur’a>n pada masa Nabi Muhammad saw. ada dua cara, yaitu:
a)      Pengumpulan al-Qur’a>n dalam konteks hafalan pada masa Nabi Muhammad saw.
Al-Qur’a>n al-Kari>m turun kapada Nabi yang ummi (tidak bisa baca-tulis). Karena itu, perhatian Nabi hanyalah untuk sekadar menghafal dan menghayatinya agar ia dapat menguasai al-Qur’a>n persis sebagaimana halnya al-Qur’a>n diturunkan[9]. Allah berfirman Q.S. al-Jum’ah 62/2:
 uqèd Ï%©!$# y]yèt/ Îû z`¿ÍhÏiBW{$# Zwqßu öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Ftƒ öNÍköŽn=tã ¾ÏmÏG»tƒ#uä öNÍkŽÏj.tãƒur ãNßgßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur bÎ)ur (#qçR%x. `ÏB ã@ö6s% Å"s9 9@»n=|Ê &ûüÎ7B ÇËÈ
Terjemahannya:
“Dia-lah yang mengutus seorang Rasu>l kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Kita<b dan Hikmah (al-Sunnah). meskipun sebelumnya mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata”.(Q. S Al-Jum’ah : 2)[10]
Biasanya, orang yang ummi itu mengandalkan kekuatan hafalan dan ingatanya. Mereka sangat peka dalam  hafalan serta daya pikirnya begitu terbuka. Upaya yang paling utama adalah Nabi menghafal ayat-ayat itu dan menyampaikannya kepada para sahabat yang kemudian juga menghafalnya sesuai dengan yang disampaikan Nabi. Upaya kedua yang dilakukan Umat Islam dalam upaya pemeliharaan al-Qur’a>n adalah mencatat atau menuliskannya dengan persetujuan Nabi[11].
Oleh karena itu, beliau adalah orang yang paling pertama menghafal al-Qur’a>n dan merupakan contoh yang paling baik bagi para sahabat dan pengikutnya. Al-Qur’a>n diturunkan dalam proses selama kurang lebih dua puluh tiga tahun, yang terkadang turunnya itu hanya satu ayat atau lebih bahkan sampai sepuluh ayat, atau tidak turun sama sekali. Dan setiap kali sebuah ayat turun, Rasu>lulla>h langsung menghafalnya dan disimpan dalam hati, mengingat beliau dari bangsa Arab, secara kodrati orang-orang bangsa Arab memiliki kemampuan menghafal yang kuat. Karena pada umumnya mereka buta huruf, sehingga dalam penulisan berita-berita, syair-syair dan silsilah, mereka lakukan dengan menulis di dalam hati mereka (menghafalnya).[12]
Dalam kitab S}ahihnya, Bukha>ri> telah mengemukakan tentang adanya tujuh ha>fidz, melalui tiga riwayat. Mereka adalah Abdulla>h bin Mas’ud, Salim bin Ma’qal bekas seorang budak, Abu> Huzaifah, Muaz bin Jabal, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin S|abit, Abu> Zaid bin Sakan dan Abu> Darda’.[13]
Maksud dari pembatasan tujuh orang sahabat penghafal al-Qur’a>n yang disebutkan oleh al-Bukha>ri> adalah mereka itulah yang hafal seluruh isi al-Qur’a>n di luar kepala, dan selalu merujukkan hafalannya di hadapan Nabi Muhammad saw., pada masa Nabi, memang terdapat banyak penghafal al-Qur’a>n dari kalangan sahabat, namun tidak memenuhi hal-hal yang dimiliki oleh tujuh sahabat penghafal tersebut. Banyak pula pendapat dan riwayat yang menyebutkan tentang jumlah penghafalnya dengan berbagai versi. Pendapat yang mengatakan 70 orang, berdasarkan kitab al-S{ahih tentang peperangan Sumur ma’unah  disebutkan bahwa para sahabat yang terbunuh pada peperangn itu mendapatkan gelar al-Qurra>’ (para pembaca dan penghafal al-Qur’a>n) mereka semua berjumlah 70 orang.[14]. Pada masa Rasu>lulla>h masih hidup, al-Qur’a>n dipelihara sedemikian rupa, sehingga cara yang paling terkenal untuk memelihara al-Qur’a>n adalah dengan menghafal dan menulisnya. Rasu>lulla>h memerintahkan agar para sahabat yang pandai menulis segera menuliskan ayat-ayat al-Qur’a>n yang telah dihafal oleh mereka.
Dari keterangan-keterangan ini jelaslah bagi kita bahwa para penghafal al-Qura>n dimasa Rasulu>lla>h saw. amat banyak jumlahnya, dan bahwa berpegang pada hafalan dalam penukilan sesuatu dimasa itu termasuk ciri khas umat Islam masa itu. Ibnu al-Jazari, sebagai seorang Syaikh para penghafal pada masanya menyebutkan dalam Manna>‘ al-Qat{t{a>n: “Pengumpulan al-Qur’a>n dengan berpegang pada hafalan bukan pada tulisan. dan kitab ini merupakan salah satu jenis keistimewaan yang diberikan Allah kepada umat Islam.[15]
Jadi, pada masa Nabi Muhammad saw. al-Qur’a>n hanya disimpan dalam dada para penghafal al-Qur’a>n. Karena mengingat orang-orang arab pada masa tersebut memiliki daya hafalan yang sangat tajam dan tinggi.
b)      Pengumpulan al-Qur’a>n dalam Konteks Penulisan
Rasulu>lla>h telah mengangkat para penulis wahyu al-Qur’a>n dari sahabat-sahabat terkemuka, seperti Ali bin Abi T{alib, Mu’awiyah, Ubai bin Ka’b dan Zaid bin S|abit. Bila ayat turun, ia memerintahkan mereka menuliskan dan menunjukan tempat ayat tersebut dalam surat sehingga penulisan pada lembaran itu membantu penghafalan di dalam hati. Di samping itu, tanpa diperintahkan, mereka menulis ayat-ayat itu pada pelepah daun kurma, lempengan batu, papan, kulit atau daun kayu, potongan tulang-belulang binatang. Zaid bin S|abit berkata: “kami menyusun al-Qur’a>n di hadapan Rasu>lulla>h pada kulit binatang”.[16]
Dalam suatu cacatan, disebutkan bahwa sejumlah bahan yang digunakan untuk menyalin wahyu-wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada Muhammad saw., yaitu : 
1)      Akta>f, atau tulang belikat, biasanya terbuat dari tulang belikat unta.
2)      Riqa>‘, atau lembaran lontar (daun yang dikeringkan) atau perkamen (kulit binatang).
عن زيد بن ثابت قال :{كنا عند رسول الله صلى الله عليه وسلم نؤلف القران من الرقاع...}الحديث .[17]
Kata riqa' adalah jamak dari ruq'ah yang berarti lembaran kulit, lembaran daun, atau lembaran kain. Kata riqa’ pada hadis| tersebut memberi gambaran kepada kita betapa sederhananya alat-alat tulis yang digunakan untuk mencatat wahyu ketika Rasu>lulla>h masih hidup.[18]
3)      Likha>f, atau batu tulis berwarna putih, terbuat dari kepingan batu kapur yang terbelah secara horizontal lantaran panas.
4)      ‘Asib, atau pelapah kurma, terbuat dari bagian ujung dahan pohon kurma yang tipis.
5)      Ad}la>’ atau tulang rusuk, biasaya juga terbuat dari tulang rusuk unta.
6)      Adi>m, atau lembaran kulit, terbuat dari kulit binatang asli yang merupakan bahan utama untuk menulis ketika itu. [19]
Untuk menghindari kerancuan yang diakibatkan oleh bercampurnya ayat-ayat al-Qur’a>n dengan yang lainnya, seperti hadis| Rasu>lulla>h atau syair-syair, maka Rasu>lulla>h tidak membenarkan seorang sahabat menulis apapun selain al-Qur’a>n.[20] Hal ini dapat dilihat dalam hadis| yang diriwayatkan oleh Muslim dari Sa’id al-Khudri> yang berbunyi.
أخرجه مسلم من حديث أبي سعيد, قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم. {لاتكتبوا عنى غير القران ومن كتب عنى غير القران فليمحه}.[21]

Para penulis wahyu itu adalah para sahabat kepercayaan Rasu>lulla>h seperti khalifah yang empat, Zaid bin S|abit, Abdulla>h bin Mas'ud, Ubayya bin Ka'ab, dan yang lainnya. Mereka mencatat setiap wahyu yang turun persis sebagaimana disampaikan Nabi sedikitpun tidak mereka ubah. Dalam pencatatan tersebut mereka selalu menaati pedoman yang digariskan Nabi saw., yaitu tidak mencatat kecuali al-Qur'a>n saja. Pencatatan resmi di hadapan Nabi inilah yang kemudian hari yang dipakai oleh Abu> Bakar dalam membukukan al-Qur'a>n menjadi satu mushaf.
Penepatan ayat dan urutan-urutanya serta susunan surat-surat di dalam mushaf sebagaimana yang kita jumpai sekarang adalah menurut petunjuk Nabi saw. (tawqi>fi>), bukan berdasarkan ijtihad sahabat.[22] Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dari Us|ma>n ibn ‘Affa>n bahwa apabila diturunkan kepada Nabi suatu wahyu, ia memanggil sekretaris untuk menuliskannya, kemudian Beliau bersabda:
وروى ابن عباس أنه قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا نزلت عليه سورة دعا بعض من يكتب, فقال: (ضعوا هذه  السورة فى الموضوع الذى يذكر فيه كذا وكذا)[23]
"Letakkanlah surat ini di tempat yang di dalamnya disebutkan ini dan ini". [24]
ومنها ماأخرجه أحمد باسناد حسن, عن عثمان بن أبى العاص, قال: كنت جالسا عند رسول الله صلى الله عليه وسلم , إذ شخص يبصره , ثم صوبه, ثم قال: أتاني جبريل , فأمرني أن أضع هذه الأية هذا الموضع من هذه السورة.[25]    ¨bÎ) ©!$# ããBù'tƒ ÉAôyèø9$$Î/ Ç`»|¡ômM}$#ur Ç!$tGƒÎ)ur ÏŒ 4n1öà)ø9$# 4sS÷Ztƒur Ç`tã Ïä!$t±ósxÿø9$# ̍x6YßJø9$#ur ÄÓøöt7ø9$#ur 4 öNä3ÝàÏètƒ öNà6¯=yès9 šcr㍩.xs? [26] 
“Dan dikeluarkan oleh Ahmad dengan sanad hasan, dari ‘Us|ma>n bin Abi> al-‘A<s} berkata, aku tengah duduk di samping Rasu>lulla>h saw., tiba-tiba pandangannya menjadi tajam lalu kembali seperti semula. Kemudian bersabda: Jibril telah datang kepadaku dan memerintahkan agar aku meletakkan ayat ini di tempat ini dan dari surat ini. “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kaum kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.

Sesungguhnya setiap ayat yang dicatat kemudian disimpan di rumah Rasu>lulla>h, sedangkan para pencatat membawa salinannya untuk mereka sendiri. sehingga terjadilah saling kontrol antara naskah yang berada di tangan pencatat wahyu itu dan suhuf (lembaran-lembaran) al-Qur'a>n yang berada dirumah Rasu>lulla>h saw. disamping itu ada pengontrol lain dari para penghafal al-Qur'a>n di kalangan sahabat nabi, baik yang buta huruf maupun tidak. Keadaan itulah yang menjamin al-Qur'a>n tetap terjaga dan terpeliharan keasliannya.
Dari fakta sejarah yang dikemukakan di atas, jelaslah keorisinalan dan kemutawatirannya, sehingga tak ada alasan bagi siapapun untuk mengklaim bahwa al-Qur'a>n tidak mutawatir atau tidak orisinal.
Penulisan al-Qur’a>n pada masa Nabi, belum terkumpul menjadi satu mushaf disebabkan beberapa faktor, di antaranya adalah:
1)      Al-Qur’a>n tidak diturunkan sekaligus, tetapi berangsur-angsur dan terpisah-pisah, maka suatu hal yang tidak logis bila al-Qur’a>n dikumpulkan pada masa itu sebelum keseluruhannya selesai, al-Qur’a>n baru bisa dibukukan dalam satu mushaf setelah Nabi saw. wafat.
2)      Selama proses turun al-Qur’a>n, masih terdapat kemungkinan adanya ayat-ayat al-Qur’a>n yang mansukh, maka bagaimana mungkin bisa dibukukan dalam satu waktu.
3)      Tidak ada motivasi yang mendorong untuk mengumpulkan al-Qur'a>n menjadi satu mushhaf sebagaimana yang timbul pada masa Abu> Bakar. Orang-orang Islam pada saat itu dalam kondidi yang normal, ahli huffa>z al-Qur'a>n begitu banyak, dan sama sekali tidak ada unsur-unsur yang diduga akan mengganggu kelestarian al-Qur’a>n.[27]
4)      Susunan ayat dan surat tidaklah berdasarkan urutan turunnya. Sebagian ayat ada yang turunnya pada saat terakhir wahyu tetapi urutannya diempatkan diawal surat, yang demikian tentunya menghendaki perubahan susunan tulisan.[28]
2.      Sejarah Pengumpulan al-Qur’a>n Pada Masa Khalifah Abu> Bakar al-S{iddiq
Pada dasarnya, seluruh al-Qur’a>n sudah ditulis pada waktu Nabi masih ada. Hanya saja, pada saat itu surat-surat dan ayat-ayatnya ditulis dengan terpencar-pencar. Dan orang yang pertama kali menyusunnya dalam satu mushaf adalah Abu> Bakar al-S{}iddiq. Oleh karena itu, Abu> ‘Abdilla>h al-Muhasibi berkata dalam kitabnya, Fahm al-Sunan,
{ كتابة القران ليست بمحدثة فإنه صلى الله عليه وسلم كان يأمر بكتابته , ولكنه كان مفرقا في الرقاع والأكتاف والعسوب , فإنما أمر الصديق بنسخها من مكان إلى مكان مجتمعا, وكان ذلك بمنزلة أوراق وجدت فى بيت رسول الله صلى الله عليه وسلم, فيها القران منتشر , فجمعها جامع, وربطها بخيط حتى لا يضيع منها شيئ}.[29]
“Penulisan al-Qur’a>n bukan sesuatu yang baru, karena Rasu>lulla>h sendiri telah memerintahkan penulisannya. Tapi ketika itu masih tercecer pada berbagai lembaran kulit dan daun-daun kering, tulang-tulang unta dan kambing yang kering, atau pada pelepah kurma. Kemudian Abu> Bakar al-S}iddiq memerintahkan pengumpulannya menjadi sebuah naskah. Juga naskah al-Qur’a>n yang tertulis pada lembaran-lembaran kulit yang terdapat di dalam rumah Rasu>lulla>h, pada saat itu masih dalam keadaan terpisah-pisah, kemudian dikumpulkan oleh seorang sahabat, lalu diikatnya dengan tali agar tidak ada yang hilang.”
Kaum muslimin melakukan konsensus untuk mengangkat Abu> Bakar al- S{iddiq sebagai khalifah sepeninggalan Nabi saw. pada awal masa pemerintahan Abu> Bakar, terjadi kekacauan akibat ulah Musailamah al-Kazzab beserta pengikut- pengikutnya. Mereka menolak membayar zakat dan murtad dari Islam. Pasukan yang dipimpin Khalid bin Walid segera menumpas gerakan ini. Peristiwa tersebut terjadi di Yamamah tahun 12 H. Akibatnya banyak sahabat yang gugur, termasuk 70 orang yang diyakini telah hafal al-Qur’a>n.[30] Pendapat lain juga mengatakan ada 700 penghafal al-Qur’a>n yang gugur dalam peperangan tersebut. Setelah umat Islam mengeraskan tekanannya, pertolongan Allah pun datang, barulah tentara Musailamah hancur dan lari mengundurkan diri dari peperangan itu. Ummat Islam mengejar mereka dan mendapatkannya lalu tentara-tentara musuh itu dikurung dalam suatu kebun kurma.[31]
Kejadian tersebut dikritisi oleh Umar bin Khat}t}ab. Ia khawatir peristiwa yang serupa akan terulang kembali. Sehingga semakin banyak golongan huffa>z{ yang gugur. Bila demikian,”masa depan” al-Qur’a>n menjadi terancam.  Maka muncul ide kreatif Umar yang disampaikan kepada Abu> Bakar al-S{iddiq untuk segera mengumpulkan tulisan-tulisan al-Qur’a>n yang pernah ditulis pada masa Nabi. Semula Abu> Bakar keberatan atas usul Umar. Tetapi Umar berhasil meyakinkanya. Maka dibentuklah sebuah tim yang dipimpin oleh Zaid bin S|abit dalam rangka merealisasikan mandat dan tugas suci tersebut. Pada mulanya, Zaid bin S|abit pun merasa keberatan, akan tetapi dapat pula diyakinkan. Abu Bakar memerintahkan Zaid bin S|abit, melihat kedudukanya dalam masalah qira>a>t, hafalan, penulisan, pemahaman dan kecerdasanya serta kehadiranya pada pembacaan yang terakhir kali. Zaid bin S|abit memulai dengan bersandar pada hafalan yang ada dalam hati para qurra>’ dan catatan yang ada pada para penulis. Zaid bin S|abit bertindak sangat teliti dan hati-hati, tidak cukup baginya hanya bergantung pada hafalan semata tanpa disertai dengan tulisan. Kemudian lembaran-lembaran itu disimpan oleh Abu> Bakar. Setelah ia wafat pada tahun 13 H, lembaran- lembaran itu berpindah ke tangan Umar selaku khalifah kedua dan tetap berada di tanganya hingga ia wafat. Kemudian mushaf itu berpindah ke tangan Hafsah, puteri Umar. [32]
Dari rekaman sejarah diatas, maka dapat diketahui bahwa Abu> Bakar al- S{iddiq adalah orang pertama yang memerintahkan penghimpunan al-Qur’a>n, Umar bin Khat}ta>}b adalah pelontar idenya, serta Zaid bin S|abit adalah pelaksana pertama yang melakukan kerja besar penulisan al-Qur’a>n secara utuh dan sekaligus menghimpunya kedalam satu mushaf.
Adapun karakteristik penulisan al-Qur’a>n pada masa Abu> Bakar ini adalah :
1)     Seluruh ayat al-Qur’a>n dikumpulkan dan ditulis dalam satu mushaf berdasarkan penelitian yang cermat dan seksama.
2)      Meniadakan ayat-ayat yang telah mansukh.
3)     Seluruh ayat yang ada telah diakui kemutawatirannya.
4)     Dialek arab yang dipakai dalam pembukuan ini berjumlah 7 (qiraat) sebagaimana yang dinukil berdasar riwayat yang benar-benar s}ahih.[33]
Demikianlah singkatnya riwayat al-Qur’a>n ketika dikumpulkan dan dihimpun menjadi sebuah naskah dan mushaf pada masa khalifah Abu> Bakar. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke 11 H.

3.      Sejarah Pengumpulan al-Qur’a>n Pada Masa Khalifah Us|ma>n bin ‘Affa>n
Latar belakang pengumpulan al-Qur’a>n pada masa Us|ma>n bin ‘Affa>n berbeda dengan faktor yang ada pada masa Abu> Bakar. Daerah kekuasaan  pada masa Us|ma>n telah meluas dan daerah- daerah Islam telah terpencar di berbagai daerah dan kota. Di setiap daerah telah populer bacaan sahabat yang mengajar mereka. Penduduk Syam membaca al-Qur’a>n mengikuti bacaan Ubay bin Ka’ab, penduduk Kufah mengikuti bacaan Abdullah bin Mas’ud, dan sebagian yang lain mengikuti bacaan Abu> Musa al-‘Asyari. Diantara mereka terdapat perbedaan tentang bunyi huruf, dan bentuk bacaan.[34] Masalah ini membawa mereka kepada pintu pertikaian dan perpecahan antar sesama. Hampir satu sama yang lainnya saling mengkufurkan karena berbeda pendapat dalam bacaan.[35]
Senada dengan itu, Bukha>ri> dalam shahihnya mengetengahkan sebuah hadis dengan isnadnya Ibnu Syihab, bahwa Anas bin Malik menberitahukan kepadanya (Ibnu Syihab): disaat-saat pasukan Syam bersama pasukan Irak berperang membela da’wah agama Islam di Armenia dan Az|erbaijan, Huz|aifah bin al-Yaman datang menghadap khalifah ‘Us|ma>n. Huz|aifah mengutarakan kekhawatirannya tentang perbedaan bacaan al-Qur’a>n di kalangan muslimin, kepada ‘Us|ma>n, Huz|aifah berkata ; “ ya ami>r al-mu’mini>n, persatukanlah segera tentang umat ini sebelum mereka berselisih tentang kita>bulla>h sebagaimana yang terjadi dikalangan Yahudi dan Nasrani”.[36]
Khalifah kemudian mengirim sepucuk surat kepada Hafs}ah, berisi permintaan agar Hafs{ah mengirim mushaf yang disimpannya untuk disalin menjadi beberapa naskah. Setelah itu mushaf akan dikembalikan lagi kepada Hafs}ah. Hafs}ah lalu mengirim mushaf yang disimpannya kepada khalifah.[37] Kemudian khalifah Us|ma>n memanggil Zaid bin S|abit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-Adh dan Abdurrahman bin al-Haris| bin Hisyam (tiga orang Quraisy). Lalu memerintahkan mereka supaya bekerja sama untuk menyalin dan memperbanyak mushaf secara bersama-sama. Kemudian ‘Us|ma>n berpesan ; ”kalau terjadi perbedaan antara kalian dan Zaid bin S|abit mengenai sesuatu tentang al-Qur’a>n, maka tulislah menurut dialek Quraisy, karena al-Qur’a>n diturunkan dalam bahasa mereka”. Mereka lalu bekerja melaksananakan tugas itu hingga mereka berhasil menyalin mushaf menjadi beberapa naskah. Setelah itu  mushaf yang asli dikembalikan ke Hafs}ah.[38] Kemudian salinannya disebarkan ke berbagai kawasan Islam.
Ada lima hal yang dapat kita ambil dari riwayat hadist s}ahih diatas, yaitu:
a.       Perbedaan bacaan al-Qur’a>n itulah yang sesungguhnya menjadi pendorong utama bagi ‘Us|ma>n untuk memerintahkan penyalinan mushaf Hafs}ah menjadi beberapa mushaf.
b.      Komisi yang bertugas menyalin mushaf terdiri dari empat orang (Zaid bin S|abit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-Ad} dan Abdurrahma>n bin al-Haris| bin Hisyam), kempat orang tersebut adalah orang yang sangat terpercaya, seperti pengakuan orintalis barat blachere;”tak seorangpun yang dapat meragukan dalam rasa tanggung jawab anggota-anggota komisi itu,. Sekalipun mereka belum mengenal metode penelitian yang memang tidak mudah bagi seseorang pada masa itu  namun mereka adalah orang-orang yang sangat hati-hati dan saleh”.
c.       Komisi itu menggunakan mushaf Hafs}ah sebagai dasar salinan, yang pada hakekatnya komisi tersebut bersandar pada hasil pengumpulan pada masa khalifah Abu> Bakar.
d.      Al-Qur’a>n diturunkan dalam bahasa Arab dialek Quraisy, dialek yang diutakaman bagi penulisan nas} al-Qur’a>n bila timbul perbedaan antara tiga orang Quraisy (dalam komisi tersebut) dan Zaid bin S|abit.
e.       Khalifah mengirim mushaf hasil komisi empat ke kawasan Islam dan memerintahkan selain salinan komisi empat dibakar agar tidak terjadi peperangan karena masalah bacaan. [39]
Apa yang dilakukan khalifah dalam membukukan al-Qur’a>n pada mulanya mendapat perselisihan, karena selain mushaf  Hafs}ah masih banyak mushaf yang lain yang masih digunakan oleh para sahabat, seperti mushaf Ubay bin  Ka’ab dan Abdulla>h bin Mas’ud. Keduanya termasuk orang yang faham al-Qur’a>n serta menghafalnya. Inilah yang menjadi kekhawatiran Khalifah Us|ma>n akan beredarnya mushaf-mushaf yang bukan salinan dari panitia pembukuan al-Qur’a>n yang empat tersebut. Kemudian Khalifah Us|ma>n mengambil langkah untuk memusnahkan mushaf-mushaf selain terbitan panitia pembukuan al-Qur’a>n, yaitu dengan membakarnya. Namun, banyak di antara para sahabat yang tidak setuju dengan langkah Us|ma>n tersebut. Tetapi setelah bernegosiasi dengan khalifah dan mendapat bimbingan dari Allah mereka akhirnya mau membakar mushaf mereka, demi mempersatukan umat Islam dalam satu bacaan al-Qur’a>n sehingga tidak terjadi lagi konflik antar sesama umat Islam.
                  Dari keterangan di atas, jelaslah bahwa pengumpulan (mushaf) Abu> Bakar berbeda dengan pengumpulan al-Qur’a>n yang dilakukan oleh Us|ma>n, baik dari segi latar belakang (motivasi) maupun metode yang ditempuh dalam pengumpulan al-Qur’a>n tersebut. Abu> Bakar termotivasi dari kekhawatirannya terhadap akan hilangnya al-Qur’a>n, karena pada masa itu banyak para Qurra’ atau para huffa>z al-Qur’a>n yang gugur dalam sebuah peperangan Yamamah. Sedangkan Us|ma>n termotivasi dari banyaknya perbedaan dalam cara-cara membaca al-Qur’a>n yang terjadi di berbagai wilayah kekuasaan Islam yang disaksikannya sendiri sehingga menimbulkan pada konflik saling menyalahkan antara sesama.[40]
                  Pengumpulan mushaf pada masa Abu> Bakar adalah bentuk pemindahan dan penulisan al-Qur’a>n kedalam satu mushaf  yang ayat- ayatnya sudah tersusun, berasal dari tulisan yang terkumpul pada kepingan-kepingan batu, pelepah kurma dan kulit-kulit binatang. Kemudian dikumpulkan dalam satu mushaf. Tulisan-tulisan tersebut dikumpulkan dengan ayat-ayat  dan surat-suratnya yang tersusun serta terbatas pada bacaan yang tidak dimansukh dan mencakup ketujuh huruf sebagaimana ketika al-Qur’a>n itu diturunkan. Sedangkan pengumpulan mushaf pada masa Us|ma>n adalah menyalin kembali mushaf yang telah tersusun pada masa Abu> Bakar dan menyalinnya dalam satu huruf di antara ketujuh huruf itu, untuk mempersatukan kaum muslimin dalam satu mushaf dan satu huruf yang mereka baca tanpa enam huruf lainnya.
                  Dengan usahanya itu, Us|ma>n telah berhasil menghindarkan timbulnya fitnah dan mengikis sumber perselisihan serta menjaga al-Qur’a>n dari penambahan dan penyimpangan sepanjang zaman.
Ulama berbeda pendapat tentang jumlah mushaf yang dikirimkan Us|ma>n ke berbagai daerah:
a.       Pendapat pertama mengatakan; jumlahnya tujuh buah mushaf. Kemudian mushaf tersebut dikirim ke Makkah, Syam, Bashrah, Kufah, Yaman, Bahrain, dan Madinah.
b.      Pendapat kedua mengatakan; jumlahnya ada empat buah mushaf, masing-masing mushaf tersebut dikirim ke Iraq, Syam, Mesir, dan Mushaf Imam..
c.       Pendapat terakhir mengatakan bahwa jumlahnya ada lima mushaf. Menurut al-Suyuti>, pendapat inilah yang masyhur. Lima buah naskah mushaf al-Qur’a>n tersebut oleh Us|ma>n lalu dikirimkan sebuah ke Makkah, sebuah ke Syam, sebuah ke Kuffah, sebuah ke Basrah, dan sebuah disimpan oleh beliau. Mushaf inilah yang sampai sekarang kita kenal dengan sebutan Mushaf Us|ma>ni. [41]
Ada beberapa karakteristik mushaf al-Qur’a>n yang ditulis pada masa Us|ma>n ibn ‘Affa>n antara lain:
a.  Ayat-ayat al-Qur’a>n yang ditulis seluruhnya berdasarkan riwayat yang mutawatir
b. Tidak memuat ayat-ayat yang mansukh
c.  Surat-surat maupun ayat-ayatnya telah disusun dengan tertib sebagaimana al-Qur’a>n yang kita kenal sekarang. Tidak seperti mushaf al-Qur’a>n yang ditulis pada masa Abu> Bakar yang hanya disusun menurut tertib ayat, sementara surat-suratnya disusun menurut urutan turunnya wahyu.
d. Tidak memuat sesuatu yang tidak tergolong al-Qur’a>n, seperti yang ditulis sebagian sahabat Nabi dalam masing-masing mushafnya, sebagai penjelasan atau keterangan terhadap makna ayat-ayat tersebut.
e.  Dialek yang dipakai dalam mushaf ini hanya dialek Quraisy saja, dengan alasan bahwa al-Qur’a>n diturunkan dalam bahasa Arab Quraisy sekalipun pada mulanya diizinkan membacanya dengan menggunakan dialek lain.[42]


Jam‘ al-Qur’a>n (pengumpulan al-Qur’a>n) oleh Us|ma>n ini disebut dengan jam‘ al-Qur’a>n yang ketiga pada tahun 25 H. dan dinamakan mushaf Us|ma>ni>.

C.   Mushaf Salinan Us|ma>n pada Taraf Penyempurnaan dan Perbaikan
Salinan mushaf khalifah Us|ma>n tidak bersyakal dan tidak bertitik. Cara baca tulisan yang demikian itu membuka kemungkinan terjadinya berbagai macam bacaan di berbagai kota dan daerah yang mempunyai kekhususan sendiri-sendiri sesuai tabi’at dan adat kebiasaa masing-masing. Untuk membaca mushaf tersebut tidak di butuhkan adanya tanda-tanda bunyi (harokat), tanda-tanda perbedaan huruf berupa titik-titik (satu titik dua dan tiga dibawah atau diatas huruf). Seperti yang dikatakan Abu> Ahmad al-Askari> dalam al-Subhi> S}alih, yaitu:
“Kaum muslimin membaca al-Qur’a>n dengan salinan mushaf Us|ma>n selama empat puluh tahun lebih, hingga masa kekhalifahan Abdul Malik. Waktu itu banyak orang menulis al-Qur’a>n pada lembaran-lembaran kertas dan akhirnya tersebar luas”.[43]
Ada dugaan kuat bahwa yang dimaksud dengan “ banyak orang menulis al-Qur’a>n pada lembaran-lembaran kertas” adalah “ banyaknya orang yang keliru membaca lafadz al-Qur’a>n dan huruf-hurufnya setelah mereka berbaur dengan orang-orang Arab. Bahasa-bahasa ‘Ajam (non Arab), mulai menyentuh kemurnian dan keaslian bahasa arab.[44]
Pada masa khalifah abdul malik, beberapa pembesar pemerintahan mulai khawatir akan kemungkinan terjadinya perubahan nash-nash al-Qur’a>n jika dibiarkan tanpa syakal dan tanpa titik. Menurut Abu> Bakar bin Mujahid “ syakal maupun titik adalah sama. Hanya saja orang yang membaca lebih cepat memahami tanda syakl daripada tanda titik”.[45]
Orang yang pertama kali meletakkan kaidah tata bahasa arab adalah Abu Aswad al-Duali> atas perintah Ali bin Abi> T}alib. Banyak yang berpendapat bahwa penemuan akan cara penulisan al-Qur’a>n dengan huruf-huruf bertitik merupakan kelanjutan dari Abu> Aswad al-Duali>, terlalu banyak memang yang membicarakan kegairahan Abu> Aswad al-Duali> kepada bahasa al-Qur’a>n. Abu Aswad al-Duali memberi harakat atau baris yang berupa titik merah pada mushaf al-Qur’a>n. untuk “fathah” titik di atas huruf, “kasrah” titik di bawah huruf, “d}ommah” titik di depan huruf, dan syiddah berupa huruf lipat dua dengan dua titik di atas huruf.[46]
Meskipun usaha Abu> Aswad al-Duali> telah berhasil membuat orang-orang Arab mampu membaca al-Qur’a>n dengan baik, di samping itu juga bahasa al-Qur’a>n merupakan sebagian bahasa mereka sehingga mereka memiliki insting bahasa Arab yang sangat tinggi. Jadi, tidak diragukan lagi masalah bacaannya. Tapi bagaimana dengan orang-orang selain Arab (non Arab) dan orang yang baru masuk Islam, mereka belum memiliki insting bahasa Arab tersebut.
Dari situlah timbul kehawatiran akan bacaan al-Qur’a>n yang baik. Sehingga muncullah ide yang sangat bagus dari seorang raja Iraq pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwa>n yang bernama al-Hujja>j bin Yu>suf al-S|aqafi> untuk menyempurnakan tanda baca al-Qur’a>n. kemudian raja al-Hujja<j memerintahkan Nas}r bin ‘A<s}im untuk memberikan tanda-tanda pada huruf-huruf yang memiliki kesamaan seperti ب – ت – ث dan memberikan tanda-tanda baca seperti al-Qur’a>n yang dibaca sekarang ini.
Diriwayatkan Ubaidilla>h bin Ziyad memberi perintah kepada orang persia untuk menambah huruf alif (tanda bunyi panjang atau madd) pada dua ribu kata yang semestinya dibaca dengan huruf panjang. Misalnya; kata kaanat ditulis tanpa alif (tanda madd atau suara panjang) menjadi kanat. Semua diubah penulisannya menjadi kaanat. Hal ini dulu pernah dicanangkan oleh khalifah Us|ma>n dengan ucapan “aku menemukan di dalamnya (naskah mushaf salinan) beberapa bacaan yang kelak akan dibetulkan oleh orang arab”.[47]
Allah berfirman:
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ 
Terjemahannya:  
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya”[48]

Dalam ayat tersebut Allah menggunakan isim fa’il pada kata laha>fiz}u>n yang berarti bahwa Allah yang menurunkan dan Allahlah yang akan menjaganya dari dulu, sekarang dan masa yang akan datang hingga akhir zaman (Abadan). Baik itu lewat perantaraan makhluknya dengan cara menghafal maupun dengan cara mebukukannya. Hingga masih sampai kegenerasi kita dan hingga hari kiamat kelak. Begitulah Allah menjaga kitab-Nya tanpa ada keraguan sedikitpun pada penjagaannya.


[1]Said Agil Husin al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, (Cet. III; Jakarta: Ciputat Press, 2003), h. 15-16.
[2]Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Cet. XIV; Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 208.
[3]Al-Zarqa>ni>, Mana>h al-Irfa>n fi> Ulum> al-Qur’a>n, Juz I, (Cet. I; Bairut: Libanon, 1995), h. 173.
[4]Rachmat Syafe’i, Pengantar Ilmu Tafsir, (Cet. I; Bandung: Pustaka Setia 2006), h. 10.
[5]Manna>‘ al-Qat}t}a>n, Maba>his fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n, (Cet. X; Kairo: Maktabah Wahbah, 1997), h. 114
[6]Subhi al-S}alih, Maba>his| fi Ulu>m Al-Qur’a>n diterjemahkan oleh Tim Pustaka Firdaus dengan judul Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’a>n, (Cet. IV; Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993), h. 78.
[7]Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’a>n, (Cet. I; Yogyakarta: Forum Kajian Budaya dan Agama, 2001), h. 129.
[8]Departemen Agama RI, al-Qur’a>n dan Terjemahan, (Bandung: Syam al-Qur’a>n), h. 262.
[9]Muhammad Aly Asih Al-S}abuny, al-Tibya>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n alih bahasa oleh Moch. Chudlori Umar dengan judul Pengantar Study l-Qur’a>n (al-Tibyan), (Jakarta: Percetakan Offset, 1982), h. 81.
[10]Departemen Agama RI, al-Qur’a>n dan Terjemahan, h. 553.
[11]M. Rusdi Khalid, Mengkaji Ilmu-ilmu al-Qur’a>n, (Makassar,Alauddin Universiti Press,2011), h. 55
[12]Manna>‘ al-Qat}t}a>n, Maba>his| fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n di terjemahkan oleh Aunur Rafiq El-Mazni dengan judul Pengantar Studi Ilmu al-Qur’a>n, (Cet; IX; Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013), h.152.
[13]Manna>‘ al-Qat}t}a>n, Maba>his| fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n di terjemahkan oleh Aunur Rafiq El-Mazni dengan judul Pengantar Studi Ilmu al-Qur’a>n, h. 152.
[14]Manna>‘ al-Qat}t}a>n, Maba>his fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n di terjemahkan oleh Aunur Rafiq El-Mazni dengan judul Pengantar Studi Ilmu al-Qur’a>n , h. 154.
[15]Manna>‘ al-Qat}t}a>n, Maba>his| fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n di terjemahkan oleh Aunur Rafiq El-Mazni dengan judul Pengantar Studi Ilmu al-Qur’a>n, h. 156.
[16]Manna>‘ al-Qat}t}a>n, Maba>his| fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n di terjemahkan oleh Aunur Rafiq El-Mazni dengan judul Pengantar Studi Ilmu al-Qur’a>n, h. 156.
[17]Jala>l al-Di>n, al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n, Juz I, (Bairut: al-Maktabah al-‘As}riyah, 1988), h. 164.
[18]Subhi al-S}alih, Maba>his fi Ulu>m al-Qur’a>n, h. 79.
[19]Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’a>n, (Cet. I; Yogyakarta: Forum Kajian Budaya dan Agama, 2001), h. 151.
[20]Kamaluddin Marzuki, ‘Ulu>m al-Qur’a>n, (Cet. II; Bandung: rosda karya, 1994), h. 67.
[21]Jala>l al-Di>n al-Suyut}i>, al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n, h. 164.
[22]Muhammad Aly Asih al-S}abuni>, al-Tibya>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n alih bahasa oleh Moch. Chudlori Umar dengan judul Pengantar Study al-Qur’a>n (al-Tibya>n), h. 86.
[23]Al-Zarqa>ni>, Mana>h al-‘Irfa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n Juz I, h. 173.
[24]Rachmat Syafe’i, Pengantar Ilmu Tafsir,  h.11-12.
[25]Jala>l al-Di>n Abd al-Rahma>n al-Suyu>t}i>, al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n, (Bairut: Al-Maktabah al-As}riyah), h. 173.
[26]Departemen Agama RI, al-Qur’a>n dan Terjemahan, (Bandung: Syamil Qur’an, 2009), h. 277.
[27]Said Agil Husin Al-Munawar, al-Qur’a>n (Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki), (Cet. III; Jakarta: Ciputat Press, 2003), h. 17.
[28]Muhammad Aly Asih al-S}abuni>, al-Tibya>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n alih bahasa oleh Moch. Chudlori Umar dengan judul Pengantar Study al-Qur’a>n (al-Tibya>n), (Jakarta: Percetakan Offset, 1982), h. 93.
[29]Jala>l al-Di>n Abd al-Rahma>n al-Suyu>t}i>, al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n, h. 168.
[30]Subhi al-S}alih, Maba>his fi Ulu>m al-Qur’a>n h. 85.
[31]T.M Hasbi al-S}iddi>qi>, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’a>n/Tafsir, (Cet. XIV; Jakarta: PT Bulan Bintang, 1992), h. 84.
[32]Manna>‘ al-Qat}t}a>n, Maba>his| fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n di terjemahkan oleh Aunur Rafiq El-Mazni dengan judul Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’a>n, h. 158-160.
[33]Said Agil Husin al-Munawar, al-Qur’a>n (Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki), h. 19.
[34]Muhammad Aly Asih al-S}abuni>, al-Tibya>n fi ‘Ulu>m Al-Qur’a>n alih bahasa oleh Moch. Chudlori Umar dengan judul Pengantar Study al-Qur’a>n (al-Tibya>n), h. 94.
[35]Rusydi Khalid, Mengkaji Ilmu-ilmu al-Qur’a>n, h. 67.
[36]Subhi al-S}alih, Maba>his fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n, h. 89-90.
[37]Manna>‘ al-Qat}t}a>n, Maba>his fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n di terjemahkan oleh Aunur Rafiq El-Mazni dengan judul Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an, h. 163.
[38]Muhammad Aly Asih al-S}abuni>, al-Tibya>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n alih bahasa oleh Moch. Chudlori Umar dengan judul Pengantar Study al-Qur’a>n (al-Tibya>n), h. 95.
[39]Subhi al-S}alih, Maba>his fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n, h. 90-92
[40]Manna>‘ al-Qat}t}a>n, Maba>his| fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n di terjemahkan oleh Halimuddin  dengan judul Pembahasan  Ilmu al-Qur’a>n (Cet. I; Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993) ,h. 149.
[41]Manna>‘ al-Qat}t}a>n, Maba>his fi Ulu>m al-Qur’a>n, h. 169
[42]Said Agil Husin al-Munawar, al-Qur’a>n (Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki)., h. 21-22.
[43]Subhi al-S}alih, Maba>his fi Ulu>m al-Qur’a>n, h. 105.
[44]Subhi al-S}alih, Maba>his fi Ulu>m al-Qur’a>n, h. 105.
[45]Subhi al-S}alih, Maba>his fi Ulu>m al-Qur’a>n, h. 105.
[46]Said Agil Husin al-Munawar, al-Qur’a>n (Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki), h. 22.
[47]Subhi> al-S}a>lih, Maba>his fi Ulu>m Al-Qur’an, h. 106.
[48]Al-Qur’a>n Al-Kari>m, Surat al-Hijr: 9, h. 262.
 

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat diambil kesimpulan yaitu:
1.      Jam‘ al-Qur’a>n adalah usaha penghimpunan dan pemeliharaan al-Qur’a>n yang meliputi penghafalan, serta penulisan ayat-ayat atau surat-surat al-Qur’a>n.
2.      Pengumpulan al-Qur’a>n dilakukan dalam tiga periode. Periode Nabi, periode Abu> Bakar, dan periode Us|ma>n bin ‘Affa>n.
a.       Jam’u al-Qur’a>n pada masa Rasu>lulla>h saw. dikategorikan menjadi dua upaya untuk penghafalan dan penulisan. Penulisan al-Qur’a>n pada masa ini dilakukan untuk mencatat dan menulis setiap wahyu al-Qur’a>n yang diturunkan kepada Nabi dengan menerbitkan ayat-ayatnya dalam surat-surat tertentu sesuai dengan petunjuk Nabi. Ayat-ayat tersebut ditulis secara terpisah-pisah dan tidak dikumpulkan dalam satu mushaf disebabkan beberapa kemungkinan: pertama, tidak adanya faktor pendorong untuk membukukan al-Qur’a>n menjadi satu mushaf. Mengingat Rasu>lulla>h masih hidup disamping banyaknya sahabat menghafal al-Qur’a>n, dan sama sekali tidak ada unsur-unsur yang diduga akan mengganggu kelestarian al-Qur’a>n, Kedua, al-Qur’a>n diturunkan secara beransur-ansur, maka suatu hal yang logis bila al-Qur’a>n baru bisa dibukukan dalam satu mushaf setelah Nabi saw. wafat. Ketiga, selama proses turunnya al-Qur’a>n masih terdapat kemungkinan adanya ayat-ayat al-Qur’a>n yang Mansukh.
b.      Penulisan al-Qur’a>n pada masa Khalifah Abu> Bakar dilakukan untuk menghimpun dan menyalin kembali catatan-catatan serta tulisan-tulisan al-Qur’a>n yang ada menjadi satu mushaf, dengan tertib surat-suratnya menurut urutan turunnya wahyu. Faktor pendorongnya adalah kekhwatiran akan adanya kemungkinan hilannya sesuatu dari al-Qur’a>n disebabkan banyaknya para sahabat penghafal yang gugur di medan perang. Adapun karakteristik penulisan al-Qur’a>n pada masa ini adalah: pertama, seluruh ayat al-Qur’a>n dikumpulkan dan ditulis dalam satu mushaf berdasarkan penelitian yang cermat dan saksama. Kedua, peniadaan ayat-ayat al-Qur’a>n yang telah Mansukh. Ketiga, seluruh ayat yang ada telah diakui kemutawatirannya. Keempat, dialek Arab yang dipakai dalam pembukuan ini berjumlah 7 (qara’at) sebagaimana yang ditulis pada kulit unta pada masa Rasu>lulla>h.
c.       Penulisan al-Qur’a>n pada masa Us|ma>n Ibn ’Affa>n dilakukan untuk menyalin mushaf yang tertulis pada masa Abu> Bakar menjadi beberapa mushaf dengan tertib ayat maupun surat-suratnya sebagaimana yang ada sekarang. Faktor pendorong yang disebabkan oleh adanya perbedaan qira’at al-Qur’a>n diantara mereka. Adapun karakteristik penulisan al-Qur’a>n pada masa ini yaitu: Pertama, ayat-ayat al-Qur’a>n yang ditulis seluruhnya bedasarkan riwayat yang mutawatir. Kedua, tidak memuat ayat-ayat yang Mansukh. Ketiga, surat-surat maupun ayat-ayatnya telah disusun dengan tertib sebagaimana al-Qur’a>n yang kita kenal sekarang. Tidak seperti mushaf al-Qur’a>n yang ditulis pada masa Abu> Bakar yang hanya disusun menurut tertib ayat, sementara surat-suratnya disusun menurut urutan turunnya wahyu. Keempat, tidak memuat sesuatu yang tergolong al-Qur’a>n, seperti yang ditulis sebagian para sahabat Nabi dalam masing-masing mushafnya. Sebagai penjelasan atau keterangan terhadap makna ayat-ayat tertentu. Kelima, dialek yang dipakai dalam mushaf ini hanya dialek Quraisy saja. Dengan alasan bahwa al-Qur’a>n diturunkan dengan bahasa Arab Quraisy sekalipun pada mulanya diizinkan membacanya dengan menggunakan dialek lain.

B.     Saran-saran
Demikianlah Penyusunan makalah ini disusun, sebagai cacatan penutup bahwa pemakalah menyadari akan banyaknya kekurangan dan kelemahan pada karya tulis ini, olehnya itu pemakalah berharap agar ada kritik, saran atau masukan yang sifatnya membangun untuk perbaikan makalah ini. Mohon maaf jika sekiranya apa yang disajikan oleh pemakalah, terdapat kekurangan dan kekeliruan didalamnya.














DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’a>n al-Kari>m, 2009.
Amal, Taufiq Adnan, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’a>n, Cet. I; Yogyakarta: Forum Kajian Budaya dan Agama, 2001.
Khalid, Rusydi, Mengkaji Ilmu-ilmu al-Qur’a>n, Cet. I; Makassar: Alauddin Universty Press, 2011.
Marzuki, Kamaluddin, ‘Ulu>m al-Qur’a>n, Cet. II; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994.
Al-Munawar, Said Agil Husin, al-Qur’a>n (Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki), Cet. I; Jakarta: Ciputat Press, 2003.

Al-Munawwir, Ahmad Warsan,  Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, Cet,XIV; Surabaya; Pustaka Progresif, 1997

Al-Qat}t}a>n, Manna>’, Maba>his fi Ulu>m al-Qur’a>n Diterjemahkan Oleh Aunur Rafiq El-Mazni dengan judul Pengantar Studi al-Qur’a>n, Cet. IX; Jakarta: Pustaka al-Kaus|ar, 2013.
-----------          , Maba>his fi Ulu>m al-Qur’a>n diterjemahkan oleh Halimuddin dengan judul Pembahasan Ilmu al-Qur’a>n, Cet. I; Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993.
-----------          , Maba<his fi Ulu>m al-Qur’a>n, Kairo: Maktabah wahibah, 1997
Al-Shabuny, Muhammad Aly Asih, al-Tibya>n fi Ulu>m al-Qur’a>n alih bahasa oleh Moch. Chudlori Umar dengan judul Pengantar Study al-Qur’a>n (al-Tibya>n), Jakarta: Percetakan Offset, 1982.
Al-S}alih, S}ubhi, Maba>his fi Ulu>m al-Qur’a>n Diterjemahkan oleh Tim Pustaka Firdaus dengan judul  Membahas Ilmu-ilmu al-Qur’a>n, Cet,IV; Jakarta; Pustaka Firdaus, 1993
Al-Siddi>qi>, Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’a>n/Tafsir, Cet. XIV; Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
Al-Suyut}i>, Jalaluddin, al-It}qa>n fi Ulu>m al-Qur’a>n, Bairut: Maktabah Al-‘Ashriyah, 1988.
Syafe’i, Rachmat, Pengantar Ilmu Tafsir, Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 2006.
Al-Zarqa>ni>, Mana>h al-‘Irfa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n Juz Awwal, Cet. I; Bairut-Libanon, 1995.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar