BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di awal abad ke-7 masehi, ketika Nabi Muhammad
saw. memulai misinya di negeri Arab, seluruh pantai laut tengah merupakan
bagian dari dunia masyarakat Kristen sepanjang Eropa, Asia, dan pantai Afrika
Utara ditinggali penduduk yang beragama Kristen dari berbagai sekte. Hanya dua
agama lain di dunia Romawi-Yunani, yakni Yahudi dan Manichaeisme, yang bertahan
dan dianut oleh sebagian kecil penduduk di sana.[1]
Setelah berakhirnya periode klasik Islam, ketika
Islam mulai memasuki masa kemunduran, Eropa bangkit dari keterbelakangannya.
Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam bidang politik dengan keberhasilan
Eropa mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dan bagian dunia lainnya, tetapi
terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan, kemajuan dalam
bidang ilmu dan teknologi itulah yang mendukung keberhasilan politiknya.
Kemajuan-kemajuan Eropa ini tidak bisa dipisahkan dari pemerintahan Islam di
Spanyol. Dari Spanyol Islamlah Eropa banyak menimba ilmu. Pada periode klasik,
ketika Islam mencapai masa sangat penting, menyaingi Baghdad di Timur. Ketika
itu, orang-orang Eropa Kristen banyak belajar di perguruan-perguruan tinggi
Islam di sana. Islam menjadi “guru” bagi orang Eropa. Karena itu, kehadiran
Islam di Spanyol banyak menarik perhatian para sejarawan.
Spanyol mencapai masa keemasan
pada periode ketiga, yaitu antara tahun 912-1013 M. Prestasi-prestasi yang
mereka peroleh sangatlah banyak, hingga pengaruhnya sampai ke tanah Eropa dan
dunia menuju pada kemajuan yang sangat kompleks, terutama kontribusinya pada
dunia intelektual. Tak kalah pentingnya juga dalam pembangunan-pembangunan
fisik yang sangat megah. Kemajuan intelektualnya terdiri dari hal filsafat,
sains, fiqih, musik dan kesenian, bahasa dan sastra, Kemegahan pembangunan
fisik diantaranya Cordoba dan Granada. Hal ini tak luput
dengan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi Islam di Spanyol mengalami masa
keemasan.
Pengaruh peradaban Islam di
Spanyol diantaranya membawa kemajuan Eropa yang terus berkembang dan sampai
saat ini mereka berhutang budi pada khazanah ilmu pengetahuan Islam yang
berkembang pada periode klasik.
B. Rumusan masalah
Untuk lebih memfokuskan pembahasan, maka
penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
proses masuknya Islam ke Spanyol ?
2. Bagaimana
perkembangan Islam di Spanyol ?
3. Bagaimana
kemajuan peradaban Islam di Spanyol
4. Apa penyebab
dan kehancuran dan kemunduran Islam di spanyol ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini
adalah:
1. Untuk
mengetahui proses masuknya Islam ke Spanyol.
2. Untuk
mengetahui perkembangan Islam di Spanyol.
3. Untuk
mengetahui kemajuan peradaban Islam di Spanyol.
4. Untuk
mengetahui pnyebab kehancuran dan kemunduran Islam di Spanyol.
|
PEMBAHASAN
A. Masuknya Islam di Spanyol
Islam pertama kali masuk ke
Spanyol pada tahun 711 M melalui jalur Afrika Utara. Spanyol sebelum kedatangan
Islam dikenal dengan nama Iberia atau Asbania, kemudian disebut Andalusia,
ketika negeri subur itu dikuasai bangsa Vandal. Dari kata Vandal inilah orang
Arab menyebutnya Andalusia.[2]
4
|
Dalam proses penaklukan Spanyol
terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin
satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Tharik ibn
Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Tharif dapat disebut sebagai perintis dan
penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada diantara Maroko dan benua Eropa
itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang di antaranya adalah tentara berkuda,
mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Ia menang dan
kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya.
Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan
Visigothic yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar
untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nushair pada tahun 711 M
mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq ibn
Ziyad.[4]
Thariq ibn Ziyad lebih banyak
dikenal sebagai penakluk Spanyol karena pasukannya lebih besar dan hasilnya
lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung
oleh Musa ibn Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah
al-Walid. Pasukan itu kemudian menyeberangi selat di bawah pimpinan Thariq ibn
Ziyad. Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan
menyiapkan pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dalam
pertempuran di Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ seperti
Cordova, Granada dan Toledo (Ibu kota kerajaan Goth saat itu).[5]
Kebudayaan Islam memasuki Eropa
melalui beberapa jalan, antara lain melewati Andalusia. Ini karena kaum
muslimin telah menetap di negeri itu sekitar 8 abad lamanya. Pada masa itu kebudayaan
Islam di negeri itu mencapai puncak perkembangannya. Kebudayaan Islam di
Andalusia mengalami perkembangan yang pesat diberbagai pusatnya, misalnya
Cordova, Sevilla, Granada, dan Toledo.
Kemenangan pertama yang dicapai
oleh Thariq ibn Ziyad membuka jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas
lagi. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol,
termasuk bagian utaranya mulai dari Saragosa sampai Navarre.
Gelombang perluasan wilayah
berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abdil Aziz tahun 99
H/717 M, dengan sasarannya menguasai daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan
Prancis Selatan. Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum muslimin yang
geraknya dimulai pada permulaan abad ke-8 M ini, telah menjangkau seluruh
Spanyol dan melebar jauh ke Prancis Tengah dan bagian-bagian penting dari
Italia.[6]
Sejak pertama kali menginjakkan
kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana, Islam
memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari 7,5 abad.
Menurut Hamka dalam Sejarah Peradaban Islam, kekuasaan Islam di Spanyol itu
dibagi menjadi tiga masa sebagai berikut:
1. Suatu provinsi
dari kerajaan Bani Umayah di Damaskus (Damsik) diperintah oleh wakil Khalifah
yang dikirim ke sana, mulai tahun 93 H sampai 138 H.
2. Diperintahkan
oleh para amir yang berdiri sendiri, terpisah dari khalifah Bani Abbas di
Baghdad, dimulai oleh Amir Abdurrahman al-Dakhil pada tahun 138 H sampai 315 H.
3. Abdurrahman
al-Nasir memaklumkan dirinya menjadi khalifah di Andalusia, yaitu mulai tahun
315 H sampai 422 H.[7]
Dunia Islam di Spanyol mengalami
kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan kebudayaan, semenjak diperintah oleh para
Amir keturunan Bani Umayyah yang berdiri sendiri terpisah dari pemerintahan
Bani Abbasiah di Baghdad, dimulai dari Abdurrahman al-Dakhil. Pada tahun 756 M,
kekayaan pengetahuan dan intelektual Islam di Spanyol sangatlah besar
pengaruhnya di Eropa, baik filsafat, sains, fiqh, music, kesenian, bahasa,
sastra maupun pembangunan fisik.
Kemenangan-kemenangan yang dicapai
umat Islam nampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari adanya
faktor eksternal dan internal.
Faktor eksternalnya antara lain pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan yang menyedihkan.[8] Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Gothic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, seperti Yahudi. Penganut agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Sedangkan yang tidak bersedia disiksa dan dibunuh secara brutal. Begitu juga dengan adanya perebutan kekuasaan di antara elite pemerintahan, adanya konflik umat beragama yang menghancurkan kerukunan dan toleransi di antara mereka.[9]
Faktor eksternalnya antara lain pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan yang menyedihkan.[8] Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Gothic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, seperti Yahudi. Penganut agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Sedangkan yang tidak bersedia disiksa dan dibunuh secara brutal. Begitu juga dengan adanya perebutan kekuasaan di antara elite pemerintahan, adanya konflik umat beragama yang menghancurkan kerukunan dan toleransi di antara mereka.[9]
Kondisi terburuk terjadi pada masa
pemerintahan Raja Roderick, raja terakhir yang dikalahkan Islam. Awal
kehancuran Ghotic adalah ketika Raja Roderick memindahkan ibu kota negaranya
dari Seville ke Toledo, sementara Witiza yang saat itu menjadi penguasa atas
wilayah Toledo diberhentikan begitu saja. Keadaan ini memancing amarah
dari Oppas dan Achila, kakak da anak Witiza. Keduanya kemudian bangkit
menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderick. Mereka pergi ke Afrika Utara
dan bergabung dengan kaum muslimin. Sementara itu terjadi konflik antara
Roderick dengan ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga
bergabung dengan kaum muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam
untuk menguasai Spanyol, Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yag
digunakan oleh T}arif, T}ariq, dan Musa.[10]
Hal yang menguntungkan tentara
Islam lainnya adalah bahwa tentara Roderick yang terdiri dari para budak yang
tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang. Selain itu orang Yahudi yang
selama ini tertekan juga telah mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan
bagi perjuangan kaum Muslimin.[11]
Adapun faktor internalnya yaitu
suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh perjuang dan para
prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya.
Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak, bersatu dan
penuh percaya diri. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam
pribadi kaum muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran
Islam di wilayah tersebut.
B. Perkembangan Islam di Spanyol
Sejarah panjang yang dilalui umat
Islam di Spanyol itu dibagi menjadi enam periode yaitu:
1. Periode
Pertama (711-755 M)
Pada periode
ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah
Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik
negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi,
baik dari dalam maupun dari luar. Gangguan yang dating dari dalam antara lain
berupa perselisihan di antara elite penguasa, terutama akibat perbedaan etnis
dan golongan. Di samping itu, terdapat perbedaan pandangan antara Khalifah di
Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan.[12]
Masing-masing
mengaku bahwa merekalah yang paling berhak menguasai daerah Spanyol ini. Oleh
karena itu, terjadi dua puluh kali pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam
jangka waktu yang amat singkat. Perbedaan pandangan politik itu menyebabkan
seringnya terjadi perang saudara. Hal ini ada hubungannya dengan perbedaan
etnis, terutama antara Barbar asal Afrika Utara dan Arab. Di dalam etnis Arab
sendiri terdapat dua golongan yang terus-menerus bersaing yaitu suku Qaisy
(Arab Utara) dan Arab Yamani (Arab Selatan). Perbedaan etnis ini sering kali
menimbulkan konflik politik, terutama ketika tidak ada figure yang tangguh.
Itulah sebabnya di Spanyol pada saat itu tidak ada gubernur yang mampu
mempertahankan kekuasaannya untuk jangka waktu yang agak lama.[13]
Adapun
gangguan yang datang dari luar yaitu datangnya dari sisa-sisa musuh Islam di
Spanyol yang tinggal di daerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk
kepada pemerintahan Islam. Gerakan ini terus memperkuat diri. Setelah berjuang
lebih dari 500 tahun, akhirnya mereka mampu mengusir Islam dari bumi Spanyol.[14]
Karena
seringnya terjadi konflik internal dan berperang menghadapi musuh dari luar,
maka dalam periode ini Islam Spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan di
bidang peradaban dan kebudayaan. Periode ini berakhir dengan datangnya Abd
al-Rahman al-Dakhil ke Spanyol pada tahun 138 H/755 M.
2. Periode kedua
(755-912 M).
Pada periode
ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima
atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika
itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah
Abdurrahman I yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M dan diberi gelar
Al-Dakhil (yang masuk ke Spanyol). Ia berhasil mendirikan dinasti Bani Umayyah
di Spanyol. Penguasa-penguasa Spanyol pada periode ini adalah Abd al-Rahman
al-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abd al-Rahman al-Ausat}, Muhammad ibn Abd
al-Rahman, Munzir ibn Muhammad, dan Abdullah ibn Muhammad. Pada periode
ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan baik dibidang
politik maupun bidang peradaban. Abd al-Rahman al-Dakhil mendirikan masjid
Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol. Hisyam dikenal sebagai
pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di
Spanyol. Sedangkan Abd al-Rahman al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta
ilmu.[15]
Pemikiran filsafat juga mulai pada periode ini, terutama di zaman Abdurrahman
al-Ausath. Pada pertengahan abad ke-9 stabilitas negara terganggu dengan
munculnya gerakan Kristen fanatik yang mencari kesahidan
(Martyrdom). Gangguan politik yang paling serius pada periode ini datang
dari umat Islam sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M
membentuk negara kota yang berlangsung selama 80 tahun. Di samping itu sejumlah
orang yang tak puas membangkitkan revolusi. Yang terpenting diantaranya adalah
pemberontakan yang dipimpin oleh Hafshun dan anaknya yang berpusat di
pegunungan dekat Malaga. Sementara itu, perselisihan antara orang-orang Barbar
dan orang-orang Arab masih sering terjadi.[16]
Namun ada yang berpendapat pada periode ini dibagi menjadi dua yaitu masa
KeAmiran (755-912) dan masa ke Khalifahan (912-1013).[17]
3. Periode Ketiga
(912-1013 M).
Periode ini
berlangsung mulai dari pemerintahan Abd al-Rahman III yang bergelar “al-Nasir”
sampai munculnya “raja-raja kelompok” yang dikenal dengan sebutan Muluk al-T}awaif.
Pada periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar Khalifah,
penggunaan khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai kepada Abdurrahman
III, bahwa Muktadir, Khalifah daulah Bani Abbas di Baghdad meninggal dunia
dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilainnya, keadaan ini menunjukkan
bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam kemelut. Ia
berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang tepat untuk memakai gelar
khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih.
Karena itulah gelar ini dipakai mulai tahun 929 M. Khalifah-khalifah besar yang
memerintah pada periode ini ada tiga orang yaitu Abd al-Rahman al-Nasir
(912-961 M), Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II (976-1009 M). Pada
periode ini umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi
kejayaan daulat Abbasiyah di Baghdad. Abd al-Rahman al-Nasir mendirikan
universitas Cordova. Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah
Cordova menghapuskan jabatan khalifah. Ketika itu Spanyol sudah terpecah dalam
banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.
4. Periode Keempat (1013-1086 M).
Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih
dari tiga puluh negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau al-Mulukuth-Thawaif
yang berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo dan sebagainya.
Yang terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini umat
Islam memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara,
ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada
raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik
Islam itu, untuk pertama kalinya orang-orang Kristen pada periode ini mulai
mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun
kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana
mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu
istana ke istana lain.
5. Periode Kelima
(1086-1248 M).
Pada periode
ini Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi
terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun
(1086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada
mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di
Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang
berpusat di Marakesy. Pada masa dinasti Murabithun, Saragosa jatuh ke tangan
Kristen, tepatnya tahun 1118 M. Dinasti Muwahhidun didirikan oleh Muhammad
ibn Tumazi (w.1128). Dinasti ini datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd
al-Mun’im. Pada tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di
Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhhidun menyebabkan
penguasanya memilih meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235
M. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh
tahun 1248 M. Seluruh Spanyol kecuali Granada lepas dari kekuasaan Islam.[18]
6. Periode Keenam (1248-1492 M).
Pada peride
ini yaitu antara tahun (1232-1492) ketika umat Islam Andalus bertahan diwilayah
Granada dibawah kuasa dinasti Bani Amar pendiri dinasti ini adalah Sultan
Muhammad bin Yusuf bergelar Al-Nasr, oleh karena itu kerajaan itu disebut juga
Nasriyyah.[19]Periode
ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar
(1232-1492). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman
an-Nasir. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini
berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam perebutan kekuasaan. Abu
Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya karena menunjuk anaknya
yang lain sebagai penggantinya menjadi raja. Dia memberontak dan berusaha
merampas kekuasaannya. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan
oleh Muhammad ibn Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Ferdenand
dan Isabella untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini dapat mengalahkan
penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta. Tentu saja, Ferdenand dan
Isabella yang mempersatukan kedua kerajaan besar Kristen melalui perkawinan itu
tidak cukup puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan terakhir umat Islam di
Spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan orang Kristen
tersebut dan pada akhirnya mengaku kalah. Ia menyerahkan kekuasaan kepada
Ferdenand dan Isabella, kemudian hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian
berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1492 M. Umat Islam setelah itu
dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol.
Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam didaerah ini.[20]
C. Kemajuan Peradaban Islam di Spanyol
1. Kemajuan
Intelektual
Spanyol adalah negara yang subur.
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari
komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan) al-Muwalladun (orang-orang Spanyol
yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara),
al-shaqalibah (penduduk daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi
tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara
bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih
menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir
memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalusia
yang melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra, dan pembangunan fisik di
Spanyol.
a) Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat
satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia
berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan
Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. minat terhadap filsafat dan ilmu
pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan penguasa
Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abd al-Rahman (832-886 M).
Tokoh utama pertama dalam sejarah
filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih dikenal
dengan Ibn Bajjah. Tokoh utama yang kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk
asli Wadi Asa, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia
lanjut tahun 1185 M.
Bagian akhir abad ke-12 M menjadi
saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang
filsafat dalam Islam, yaitu Rusyd dari Cordova. Pada abad ke 12
diterjemahkan buku Al-Qanun karya Ibnu Sina (Avicenne) mengenai kedokteran.
Diahir abad ke-13 diterjemahkan pula buku Al-Hawi karya Razi yang lebih luas
dan lebih tebal dari Al-Qanun.
b) Sains
Abbas ibn Fama termasyhur dalam
ilmu kimia dan astronomi. Ia orang yang pertama kali menemukan pembuatan kaca
dari batu. Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat
menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia
juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata
surya dan bintang-bintang. Ahad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang
obat-obatan. Umi al-Hasan bint Abi Ja’far dan saudara perempuan al-Hafidzh
adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Dalam bidang sejarah dan geografi,
wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn Jubair dari
Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim Mediterania dan
Sicilia dan Ibn Bathuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudra Pasai dan
Cina. Ibn Khaldun (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun
dart Tum adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat
tinggal di Spanyol yang kemudian pindah ke Afrika.
c) Fikih
Dalam bidang fikih, Spanyol
dikenal sebagai penganut mazhab Maliki. Yang memperkenalkan mazhab ini disana
adalah Ziyad ibn Abd al-Rahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn
Yahya yang menjadi qadhi pad masa Hisyam ibn Abd al- Rahman. Ahli-ahli
fikih lainnya yaitu Abu Bakr ibn al-Quthiyah, Munzir ibn Sa’id al-Baluthi dan
Ibn Hazm yang terkenal. Sedillot berkata, “Mazhab Maliki itulah yang secara
khusus memikat pandangan kita karena hubungan kita dengan bangsa Arab Afrika.
Pada waktu itu pemerintah Prancis menugaskan Dr. Peron untuk menerjemahkan buku
Fiqh Al Mukhtashar karya Al Khalik bin Ishaq bin Ya’qub (w. 1422 M)
d) Musik dan
Kesenian
Dalam bidang musik dan seni suara,
Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya al-Hasan ibn Nafi yang
dijuluki Zaryab. Setiap kali diadakan pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu
tampil mempertunjukkan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai pengubah lagu.
Ilmu yang dimilikinya itu diturunkan kepada anak-anaknya baik pria maupun
wanita, dan juga kepada budak-budak, sehingga kemasyhurannya tersebar
luas.
e) Bahasa dan
Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa
administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Diantara para ahli yang mahir
dalam bahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa yaitu Ibn
Sayyidih, Ibn malik pengarang Alfiyah, Ibn Huruf, Ibn Al-Hajj, Abu Ali
al-Isybili, Abu al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-Gharnathi.
2. Kemegahan
Pembangunan Fisik
Orang-orang memperkenalkan
pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam digunakan untuk mengecek
curah air waduk dibuat untuk konservasi. Pengaturan hydrolik itu dibangun dengan
memperkenalkan roda air asal Persia yang dinamakan na’urah (Spanyol Noria).
Namun pembangunan fisik yang paling menonjol adalah pembangunan gedung-gedung,
seperti pembangunan kota, istana, masjid, pemukiman, taman-taman. Di antara
pembangunan yang megah adalah masjid Cordova, kota al-Zahra, Istana Ja’fariyah
di Saragosa, tembok Toledo, istana al-Makmun, mesjid Seville dan istana
al-Hamra di Granada.
D. Penyebab Kehancuran dan Kemuduran Islam di
Spanyol
1. Konflik Islam
dengan Kristen
Para penguasa muslim tidak
melakukan islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan hanya
menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dengan membiarkan
mereka mempertahankan hokum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki
tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata.[21]Namun
demikian. Kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang
Spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan Negara Islam di Spanyol tidak
pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad ke 11 Masehi,
umat Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat islam sedang mengalami
kemunduran.
2. Tidak Adanya
Ideologi Pemersatu
Kalau di tempat-tempat lain, para
mukallaf memperlakukan berbagai orang islam yang sederajat, di Spanyol,
sebagaimana politik yang dijalankan bani Umayyah di Damaskus, orang-orang Arab
tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad ke 10
Masehi, mereka masih member istilah ‘ibad dan muwalladun kepada para mukallaf
itu, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya, etnis non-Arab yang
ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak
besar terhadap sejarah sosio-ekonomi negeri tersebut. Hal ini menunjukkan tidak
adanya ideology yang dapat member makna persatuan, disamping kurangnya figure
yang dapat menjadi personifikasi ideology itu.
3. Kesulitan
Ekonomi.
Di paruh kedua masa Islam di
spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan
sangat serius, sehingga lalai membina perekonomian. Akibatnya timbul kesulitan
ekonomi dan amat memberatkan dan mempengaruhi kondisi polotik dan militer.
4. Tidak Jelasnya
Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal ini menyebabkan perebutan
kekuasaan diantara ahli waris. Bahkan, karena inilah kekuasaan Bani Umayyah
runtuh dan Muluk Al-Thawaif muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan
islam terakhir di Spanyol jatuh ditangan Ferdinand dan Isabella, diantaranya
juga disebabkan permasalahan ini.
5. Keterpencilan
Spanyol Islam bagaikan terpencil
dari dunia Islam yang lain. Ia selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat
bantuan kecuali Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan alternatif
yang mempu membendung kebangkitan Kristen di sana.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Islam pertama kali masuk ke Spanyol
pada tahun 711 M melalui jalur Afrika Utara. Wilayah Andalusia yang sekarang
disebut dengan Spanyol diujung selatan benua Eropa, masuk kedalam kekuasaan
dinasti bani Umayah semenjak Tariq bin Ziyad, bawahan Musa bin Nushair gubernur
Qairuwan, mengalahkan pasukan Spanyol pimpinan Roderik Raja bangsa Gothia (92
H/ 711 M). Spanyol diduduki umat islam pada zaman kholifah Al-Walid (705-715),
salah seorang khalifah dari Bani Umayah yang berpusat di Damaskus.
Perkembangan Islam
di Spanyol berlangsung lebih dari tujuh setengah abad. Perkembangan itu dibagi
menjadi enam periode yaitu: Periode Pertama (711-755 M), Periode Kedua (755-912
M), Periode Ketiga (912-1013 M), Periode Keempat (1013-1086 M), Periode Kelima
(1086-1248 M), dan Periode Keenam (1248-1492 M).
Kemajuan
peradaban itu dipengaruhi oleh kemajuan intelektual yang di dalamnya terdapat
ilmu filsafat, sains, fikih, musik dan kesenian, begitu juga dengan bahasa dan
sastra, dan kemegahan pembangunan fisik.
Faktor-faktor
pendukung kemajuan Spanyol Islam, diantaranya kemajuannya sangat ditentukan
oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan
kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd al-Rahman al-Dakhil, Abd al-Rahman
al-Wasith dan Abd al-Rahman al-Nashir.
Keberhasilan
politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan
penguasa-penguasa lainnya yang memelopori kegiatan-kegiatan ilmiah dan adanya
toleransi yang ditegakkan oleh penguasa terhadap penganut agama Kristen dan
Yahudi.
Kemunduran
dan kehancuran Islam di Spanyol antara lain, konflik Islam dengan Kristen,tidak
adanya Ideologi pemersatu, kesulitan ekonomi, tidak jelasnya sistem peralihan
kekuasaan keterpencilan
B.
Saran
Di dalam
penulisan makalah ini, penulis sangat menyadari bahwa terdapat banyak
kekurangan yang sempat terselip pada setiap lembaran didalamnya. Untuk itu,
penulis berharap agar para pembaca secara terbuka dapat memberikan masukan dan
kritikan serta-merta sebagai perbaikan dan penyempurnaan makalah ini
kedepannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. Sejarah
Peradaban Islam, Cet. III; Jakarta: Amzah, 2013.
Hitti, Philip K. History of The Arabs. London:
Macmillan, 1970.
Katalog
Dalam Terbitan (KDT), Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam.
Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1996.
Nasution, Harun. Islam
Ditinjau dari Berbagai Aspek, jilid 1 (Jakarta: UI Press 1985),h. 82.
Sunanto,
Musyrifah. Sejarah Islam Klasik.
Jakarta Timur: Penada Media, 2003.
Supriyadi,
Dedi. Sejarah Peradaban Islam, Cet. X; Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Syalabi, Ahmad. Mausu’ah
al-Tarikh al-Islami wa al-Hadharah al-Islamiyah, Jilid 4. Kairo: Maktabah
Al-Nahdlah Al-Mishriyah, 1979.
Syalabi, Ahmad. Sejarah
dan Kebudayaan Islam, Jilid1. Jakarta : Pustaka Alhusna, 1983.
Yatim, Badri. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2010.
[1]Samsul Munir Amin, Sejarah
Peradaban Islam, (Cet. III; Jakarta: Amzah, 2013), h. 158.
[2]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam
(Cet. XVI; Jakarta: PT. Gravindo Persada, 2004), h. 92.
[3]Badri Yatim, Sejarah Peradaban
Islam, (Cet. XVI; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 88.
[4]Philip K. Hitti, History of The Arabs, diterjemahkan
oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, (Cet. I; Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010),
h. 628.
[5]Ahmad Salabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid
2 (cet. I; Jakarta : Pustaka Alhusna, 1983), h. 154.
[6]Samsul Munir Amin, Sejarah
Peradaban Islam, h. 165.
[7]Samsul Munir Amin, Sejarah
Peradaban Islam, h. 165
[8]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam.,
h. 91.
[10]Samsul Munir Amin, Sejarah
Peradaban Islam, 167.
[11]Supryadi Dedi, Sejarah
Peradaban Islam, (Cet. X; Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 119.
[12]
Samsul Munir Amin, Sejarah
Peradaban Islam, 168.
[13]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam.,
h. 94
[14]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam.,
h. 94
[15]Ahmad Syalabi, Mausu’ah al-Tarikh al-Islami
wa al-Hadharah al-Islamiyah, Jilid 4 (Kairo: Maktabah Al-Nahdlah
Al-Mishriyah, 1979 ), h. 41-50.
[16]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam.,
h. 94-96
[18]Ahmad Syalabi, op. cit., h. 76.
[19]Musyrifah Sunanto,
Sejarah Islam Klasik., h. 122.
[21]Armand Abel, “Spanyol: Perpecahan dalam
Negeri”, dalam Gustav E. Von Grunebaum (Ed), Islam: Kesatuan dan Keseragaman,
(Jakarta: Yayasan Perkhidmatan, 1983), h. 246.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar