Minggu, 08 Maret 2015

BUNDA







BUNDA

Bunda..
Engkau pecahkan kegalauan yang selalu membuatku jatuh..
Engkau bagai penopang raga yang mulai runtuh..
Engkau memberi semua yang kami butuhkan..
tapi kami, ketika engkau butuhpun kami belum menyadari..

Bunda..
kau buang waktumu tanpa lelah untuk kami..
Kau buat kasih sayang itu menjadi kebiasaan yang sering kami lupakan..
Engkau memberi tanpa kami meminta..
Engkau guyurkan siraman kasih yang tiada tandingannya..

Bunda..
Andai perasaan ini sepeka hatimu.,.
setegas kasihmu..
Semampu dan selalu ada untuk kami anakmu..
kan kurubah segala yang menajadi kesalmu..
kan ku coba merengkuh rasa yang sering kau berikan kepadaku..
Diatas langit yang tak terbatas..
kau topangkan kasihmu tanpa merasa lelah..
Trimakasih Bunda.. terimakasih telah menjagaku hingga dewasa..
Memberikanku seluruh cinta tanpa putus asa..
dengan cintamu, aku merasakan kekuatan yang sungguh luar biasa..

Love you Mom, aku gak akan pernah bisa membalas seperti cinta dan kasih yang telah engkau berikan kepadaku, Sampai kapanpun!



IBU

Aku berangkat sekarang untuk membantai lawan..
Untuk berjuang dalam pertempuran..
Aku berangkat, Bu, dengarlah aku pergi..
Doakanlah agar aku berhasil..

Sayapku sudah tumbuh, aku ingin terbang..
Merebut kemenangan di mana pun adanya..
Aku akan pergi, Bu, janganlah menangis..
Biar kucari jalanku sendiri..

Aku ingin melihat, menyentuh, dan mendengar..
Meskipun ada bahaya, ada rasa takut..
Aku akan tersenyum dan menghapus air mata..
Biar kuutarakan pikiranku..

Aku pergi mencari duniaku, cita-citaku..
Memahat tempatku, menjahit kainku..
Ingatlah, saat aku melayari sungaiku..
Aku mencintaimu, di sepanjang jalanku.
TAK TERGANTI

Ketika kupandang lekat pada sudut matamu
Tersimpan derita yang begitu mendalam
Aku tahu disana banyak tersimpan air mata untuk kami anakmu

Air mata yang telah kami lakukan
Ibu
Kamu selalu berharap kami anakmu yang kan jadi nomor satu
Namun sering kali kami melawan dan melalaikan perintahmu

Kami selalu membuatmu bersedih
Mulai sekarang aku bertekad untuk menghapusair matamu...
dan menggantinya dengan canda dan tawa

Terima kasih Ibu
Kau takkan pernah tergantikan di dalam hati kami anakmu


metodologi penelitian agama dan sosal



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Di era posmodernisme ini pembahasan mengenai “agama” kembali muncul ke permukaan. Bahkan, agama menjadi sorotan utama (objek kajian yang paling diminati) oleh berbagai peneliti di berbagai belahan dunia. Hal itu karena eksistensi agama yang dahulu diprediksi akan tergilas oleh kekuatan ideologi dan kemajuan ilmu pengetahuan, justru semakin bersinar terang.
            Fenomena ini pada akhirnya mendorong penelitian ilmiah terhadap agama. Pendekatan terhadap agama mengalami perkembangan signifikan. Hal tersebut diindikasikan dengan pendekatan terhadap agama yang tidak hanya memusatkan pada aspek teologis, tapi merambah pada disiplin ilmu-ilmu humaniora lainnya.
Mukti Ali, mengatakan bahwa kita bisa meneliti agama, termasuk Islam. Dengan kata lain, agama dapat dijadikan objek kajian (penelitian). Ada lima bentuk gejala agama yang perlu diperhatikan kalau kita hendak mempelajari suatu agama, termasuk Islam. Pertama, scripture atau naskah-naskah (sumber ajaran) dan simbol-simbol agama. Kedua, para penganut atau pemimpin atau pemuka agama, yakni sikap, perilaku dan penghayatan para penganutnya. Ketiga, ritus-ritus, lembaga-lembaga dan ibadat-ibadat, seperti shalat, haji, puasa, perkawinan, dan waris. Keempat, alat-alat, seperti, masjid, gereja, peci, loceng, dan lainnya. Kelima, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi keagamaan, seperti Nahdatul Ulama, Katolik, Protestan, Muhammadiyah, Sunni, Syi’ah, dan lain-lain.[1] Oleh karena itu, penelitian keagamaan dapat mengambil salah satu dari lima bentuk gejala ini.
            Pada makalah ini, penulis berencana mengangkat “pendekatan Filosofis, pendekatan Historis dan pendekatan psikologis” dalam studi agama. Adapun latar belakang kami memilih tema ini adalah karena pendekatan-pendekatan tersebut merupakan pendekatan yang paling esensial dalam mendekati agama. Tulisan ini coba melihat bagaimana pendekatan psikologis, pendekatan historis dan pendekatan psikologis ini diterapkan dalam studi tentang agama. Bagaimanakah metodologi yang digunakan dalam studi itu dan bagaimana hasil yang nantinya didapatkan.
B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis membuat suatu permasalahan pokok yaitu:
1.      Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan filosofis?
2.      Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan psikologis?
3.      Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan historis?


C.   Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui pemahaman agama dengan pendekatan filosofis.
2.      Untuk mengetahui pemahaman agama dengan pendekatan psikologis.
3.      Untuk mengetahui pemahaman agama dengan pendekatan historis.












BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pendekatan Filosofi dalam Memahami Agama
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Jadi secara etimologi, filsafat berarti mencintai kebijaksanaan atau kebenaran. Plato menyebut Socrates sebagai philosophos (filosof) dalam pengertian pencinta kebijaksanaan. Kata falsafah merupakan arabisasi yang berarti pencarian yang dilakukan oleh para filosof. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya. Manusia filosofis adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan akal sebagaimana ia juga memiliki jiwa yang independen dan bersifat spiritual.[2] Dan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Poerwadarminta mengartikan filsafat sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum dan sebagainya terhadap segala yang ada di alam semesta ataupun mengenai kebenaran arti “adanya” sesuatu.[3] Pengertian filsafat yang umumnya digunakan adalah pendapat yang dikemukakan oleh Sidi Gazalba. Menurutnya, filsafat adalah berpikir secara mendalam, sistematik, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah atau hakikat  mengenai segala sesuatu yang ada.[4] Dan menurut Rene Descartes, yang dikenal sebagai “Bapak Filsafat Modern”, filsafat baginya adalah merupakan kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan.[5]
Selanjutnya menurut Harun Nasution dalam bukunya Zuhairini Fisafat Pendidikan Islam, filsafat berasal dari kata Yunani yang tersusun dari dua kata philein dalam arti cinta dan sophos dalam arti hikmat (wisdom).[6] Orang Arab memindahkan kata Yunani philosophia ke dalam bahasa mereka dengan menyesuaikannya dengan tabi’at susunan kata-kata arab, yaitu Falsafa dengan pola fa’lala, fa’lalah dan filal. Menurut Harun Nasution, bahwa kata benda dari falsafa adalah falsafah dan filsaf. Dengan demikian Harun Nasution berpendapat bahwa intisari filsafat ialah “berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalannya.[7]
Dari berbagai definisi di atas, dapat diketahui bahwa filsafat pada dasarnya adalah pertanyaan atas segala hal yang “ada”. Pertanyaan akan muncul tentu dengan berpikir, berpikir pasti menggunakan akal. Dan filsafat juga bisa dikatakan sebagai upaya menjelaskan inti, hakikat atau hikmah mengenai segala sesuatu yang ada dengan memanfaatkan atau memberdayakan secara penuh akal budi manusia yang telah dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa.[8]
Berpikir secara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara seksama. Pendekatan filosofis yang demikian sebenarnya sudah banyak digunakan oleh para ahli. Misalnya dalam buku berjudul Hikmah Al-Tasyri’ wa Falsafatuhu yang ditulis oleh Muhammad Al-Jurjawi, di dalam buku tersebut ia berusaha mengungkapkan hikmah yang terdapat di balik ajaran-ajaran agama Islam.[9] Ajaran agama dalam mengajarkan agar shalat berjamaah. Tujuannya antara lain agar seseorang merasakan hikmahnya hidup secara berdampingan dengan orang lain. Dengan mengerjakan puasa misalnya agar seseorang dapat merasakan lapar dan menimbulkan rasa iba kepada sesamanya yang hidup serba kekurangan, dan berbagai contoh lainnya.
Dalam Islam ada dua inti dari segala sesuatu yakni sesuatu yang bersifat Ke-Tuhanan (Ilahi), yang bersumber dari al-Qur’an, Hadits dan berbagai Kitab Allah lainnya. Ia bersifat muthlak. Dan yang kedua adalah yang bersifat kemanusiaan (insani), berbentuk fiqh atau pemahaman manusia, kesan di otak manusia yang muncul dari berbagai teks yang dia baca dan alami (pengalaman) atau latar belakang pendidikan, ekonomi, sosial, psikologi dan lain sebagainya.
Filsafat sebagai salah satu bentuk metodologi pendekatan keilmuan, sama halnya dengan cabang keilmuan yang lain.[10] Sering kali dikaburkan dan dirancukan dengan paham atau aliran-aliran filsafat tertentu seperti rasionalisme, eksistensialisme, pragmatisme, dan lain-lain. Ada perbedaan antara kedua wilayah tersebut, bahwasanya wilayah pertama bersifat keilmuan, open-ended, terbuka dan dinamis. Sedangkan wilayah kedua bersifat ideologis, tertutup dan statis. Yang pertama bersifat inklusif (seperti sifat pure sciences), tidak bersekat-sekat dan tidak terkotak-kotak, sedang yang kedua bersifat ekslusif (seperti halnya applied sciences), seolah-olah terkotak-kotak dan tersekat-sekat oleh perbedaan tradisi, kultur, latar belakang pergumulan sosial dan bahasa.[11] Siapa pun yang bergerak pada wilayah “applied sciences” pada dasarnya harus dibekali persoalan-persoalan dasar yang digeluti oleh “pure sciences”, sedang yang bergerak pada wilayah “pure sciences”, tidak harus tahu dan menjadi expert pada setiap wilayah “applied sciences”.[12] Cara berpikir dan pendekatan kefilsafatan yang pertama, yakni yang bersifat keilmuan, open-ended, terbuka, dinamis dan inklusif yang tepat dan cocok untuk diapreasiasi dan diangkat kembali ke permukaan kajian keilmuan.
Filsafat sebagai pendekatan keilmuan setidaknya ditandai antara lain dengan tiga ciri.
(1) Kajian, telaah dan penelitian filsafat selalu terarah kepada pencarian atau perumusan ide-ide dasar atau gagasan  yang bersifat mendasar-fundamental (fundamental ideas) terhadap objek persoalan yang dikaji. Ide atau pemikiran fundamental biasanya diterjemahkan dengan istilah teknis kefilsafatan sebagai “al-falsafatu al-ula”, substansi, hakekat atau esensi.[13] Pemikiran fundamental biasanya bersifat umum (general), mendasar dan abstrak.
(2) Pengenalan, pendalaman persoalan-persoalan dan isu-isu fundamental dapat membentuk cara berpikir kritis (critical thought). Dan (3) Kajian dan pendekatan falsafati yang bersifat seperti dua hal diatas, akan dapat membentuk mentalitas, cara berpikir dan kepribadian yang mengutamakan kebebasan intelektual (intellectual freedom), sekaligus mempunyai sikap toleran terhadap berbagai pandangan dan kepercayaan yang berbeda serta terbebas dari dogmatisme dan fanatisme.[14]
Kegiatan berfilsafat menurut Louis O. Kattsoff adalah kegiatan berpikir secara:
1.      Mendalam: dilakukan sedemikian rupa hingga dicari sampai ke batas akal tidak sanggup lagi.
2.      Radikal: sampai ke akar-akar nya sehingga tidak ada lagi yang tersisa.
3.      Sistematik: dilakukan secara teratur dengan menggunakan metode berpikir tertentu.
4.      Universal: tidak dibatasi hanya pada satu kepentingan kelompok tertentu, tetapi menyeluruh.[15]
Filsafat dalam segala usahanya untuk mengetahui berbagai hakikat dari segala sesuatu, begitu pula ketika ia dipakai dalam mengkaji Islam, tidak selalu mencapai hasil yang maksimal, yang terpenting adalah upaya (memanfaatkan hasil usaha), yang akan membuat suatu perubahan ke arah yang lebih baik lagi atau kemajuan.
Manfaat yang bisa didapat ketika seseorang menggunakan pendekatan filosofis dalam kajiannya adalah sebagai berikut:
a.       Agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara seksama.
b.      Setiap individu dapat memberi makna terhadap segala sesuatu yang dijumpainya dan mengambil hikmah sehingga ketika melakukan ibadah atau apa pun, ia tidak mengalami degradasi spriritualitas yang menimbulkan kebosanan.
c.       Membentuk pribadi yang selalu berpikir kritis (critical thought).
d.      Adanya kebebasan intelektual (intellectual freedom).
e.       Membentuk pribadi yang selalu toleran.
B.   Pendekatan Psikologi dalam Memahami Agama
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya. Menurut Zakiyah Drajat, perilaku seseorang yang tampak lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Seseorang ketika berjumpa saling mengucapkan salam, hormat kepada kedua orang tua, kepada guru, menutup aurat, rela berkorban untuk kebenaran, dan sebagainya. Ini semua merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Ilmu jiwa agama  tidak akan mempersoalkan benar tidaknya suatu agama yang dianut seseorang, melainkan yang dipentingkan adalah bagaimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya.[16]
Dalam ajaran agama banyak kita jumpai istilah-istilah yang menggambarkan sikap batin seseorang. Misalnya sikap beriman dan bertakwa kepada Allah, sebagai orang yang saleh, orang yang berbuat baik, orang yang sadiq dan sebagainya. Semua itu adalah gela-gejala kejiwaan yang berkaitan dengan agama.
Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain akan mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan diamalkan seseorang juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkatan usianya. Dengan ilmu ini agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk menanamkannya. Misalnya, kita dapat mengetahui pengaruh dari shalat, puasa, zakat, haji, dan ibadah lainnya dengan melalui ilmu jiwa. Dengan pengetahuan ini, maka dapat disusun langkah-langkah baru yang lebih efisien lagi dalam menanamkan ajaran agama. Itulah sebabnya ilmu jiwa ini banyak digunakan sebagai alat untuk menjelaskan gejala atau sikap keagamaan seseorang.
Dari uraian tersebut, kita melihat ternyata agama dapat dipahami melalui berbagai pendekatan. Dengan pendekatan ini semua orang akan sampai pada pemahaman agama yang benar. Di sini kita melihat bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan teolog dan normative belaka, melainkan agama dapat dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupan yang dimilikinya. Dari keadaan demikian seseorang akan memiliki kepuasan dari agama karena seluruh persoalan hidupnya mendapat bimbingan dari agama.
Berangkat dari berbagai mahzab pemikiran masing-masing dan dengan menggunakan berbagai metode pendekatan maka para ahli di bidang psikologi juga menerapkannya untuk studi terhadap agama. Penelitian di bidang psikologi agama ini diawali dengan William James dengan karya besarnya The Varieties of Religious Experience yang kemudian diikuti dengan karya-karya para ahli lain dengan berbagai pendekatan dan kesimpulannya.
William James membedakan dua bentuk agama yaitu agama institusional (institutional religion) dan agama personal (personal religion)[17]. Yang pertama mengacu pada kelompok-kelompok keagamaan yang berperan penting dalam kebudayaan masyarakat, yang kedua adalah mengacu pada pengalaman mistis seseorang yang bersifat individual[18].
Agama personal dibedakan olehnya menjadi dua kategori yaitu agama pikiran yang sehat (healthy minded religiousness ) dan agama jiwa yang sakit (sick souled religiousness). Yang pertama berpusat pada hal-hal yang positif dan kebaikan sedangkan hal sebaliknya pada yang kedua lebih memperhatikan masalah kejahatan dan penderitaan[19]
C. Pendekatan Historis dalam Memahami Agama
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsure tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.[20]
Melalui pendekatan sejarah seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis.
Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi social kemasyarakatan. [21]


DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’a>n Al-Kari>m

Abdullah, M. Amin, Antologi Studi Islam,  Teori&Metodologi, Cet. I; Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press, 2000.

Abdullah, M. Amin, Islamic Studies Di Perguruan Tinggi, Pendekatan Integratif-Interkonektif, Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.

B. Woodhouse, Mark, A Preface to Philosophy, Belmont California: Wadsworth Publishing Company, 1984.

Connolly, Peter, Approaches to The Study of Religion diterjemahkan oleh Imam Khoiri dengan judul Aneka Pendekatan Studi Agama, (Cet. I; Yogyakarta: LKiS Group, 2011), h.

Gazalba, Sidi, Sistematika Filsafat, Jilid I, Cet. II; Jakarta: Bulan Bintang, 1967.

Mudzhar, M.Atho, Pendekatan Studi Islam : dalam Teori dan Praktek, 1998.

Nata, Abuddin, Pemikiran Pendidikan Islam & Barat, Cet. I; Jakarta: Rajawali Pers, 2012.

Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Cet. XVII; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.

Poerwadarminta, J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet. XII; Jakarta: Balai Pustaka, 1991.

Psychology of Religion  dalam Wikipedia, the free encyclopedia. http://en.wikipedia.org/wiki/Psychology_of_religion.

Suhartono, Suparlan, Dasar-Dasar Filsafat “Cogito Ergo Sum” Aku Berpikir Maka Aku Ada (Rene Descartes), Cet. V; Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009).

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008).

Zuhairimi, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. VI; Jakarta: Bumi Aksara, 2012.





[1]M.Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam : dalam Teori dan Praktek, 1998, h. 13-14.
[2]Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 414.
[3]J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Cet. XII; Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h. 280.
[4]Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Jilid I, (Cet. II; Jakarta: Bulan Bintang, 1967), , h. 15.
[5]Suparlan Suhartono, Dasar-Dasar Filsafat “Cogito Ergo Sum” Aku Berpikir Maka Aku Ada (Rene Descartes), (Cet. V; Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009),  h. 46.
[6]Zuhairimi, Filsafat Pendidikan Islam, (Cet. VI; Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 3.
[7]Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam & Barat, (Cet. I; Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 10.
[8]Q 8 (al-Anfāl): 22, Q 10(Yunus): 101.
[9]Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Cet. XVII; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010),  h. 43.
[10]M. Amin Abdullah, Antologi Studi Islam,  Teori&Metodologi, (Cet. I; Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press, 2000), , h. 8.
[11]M. Amin Abdullah, Antologi Studi Islam,  Teori&Metodologi, h. 8.
[12]M. Amin Abdullah, Islamic Studies Di Perguruan Tinggi, Pendekatan Integratif-Interkonektif, (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), , h. 13.
[13]M. Amin Abdullah, Islamic Studies Di Perguruan Tinggi, Pendekatan Integratif-Interkonektif,., h. 14
[14]Mark B. Woodhouse, A Preface to Philosophy, (Belmont California: Wadsworth Publishing Company, 1984), h. 16-19;23.
[15]Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Cet. XVII; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), h. 43.
[16]Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, h. 50.
[17]Psychology of Religion  dalam Wikipedia, the free encyclopedia. http://en.wikipedia.org/wiki/Psychology_of_religion
[18]Psychology of Religion  dalam Wikipedia, the free encyclopedia. http://en.wikipedia.org/wiki/Psychology_of_religion
[19]Peter Connolly, Approaches to The Study of Religion diterjemahkan oleh Imam Khoiri dengan judul Aneka Pendekatan Studi Agama, (Cet. I; Yogyakarta: LKiS Group, 2011), h. 143.
[20]Abuddin Nata Metodologi Study Islam, h. 46.
[21]Abuddin Nata Metodologi Study Islam, h. 47.